Terus Berproses Bersama Menyusun Piagam Maiyah

Tahun 2018 ini, kita sebagai Jamaah Maiyah memasuki tahun di mana kita lebih serius dalam berproses di Maiyah. Salah satunya adalah proses penyusunan Piagam Maiyah yang memang dijaring dari aspirasi seluruh Jamaah Maiyah di seluruh Simpul Maiyah.

Sesuai dengan Tajuk yang dirilis pada awal Januari 2018; Merintis Terwujudnya Gagasan Piagam Maiyah, seluruh Simpul di bawah Koordinator Simpul Maiyah telah diberikan panduan pelaksanaan workshop yang hingga bulan Februari ini masih terus berlangsung.

Penyusunan Piagam Maiyah merupakan upaya untuk merealisasikan gagasan akan lahirnya sebuah perjanjian definitif yang mengatur pola pergaulan antara sesama Jamaah Maiyah, dan antara Jamaah Maiyah dengan lingkungan sekelilingnya. Proses penyusunan Piagam Maiyah telah mulai dilaksanakan pada Majelis Masyarakat Maiyah Padhangmbulan di awal tahun 2018. Seakan menjadi gong pembuka, Maiyahan rutin di masing-masing Simpul Maiyah setelah Padhangmbulan pun berlangsung lebih meriah dan semarak dengan adanya sesi workshop Piagam Maiyah ini. Gagasan Piagam Maiyah ini memang sepertinya sudah ditunggu-tunggu oleh Jamaah Maiyah.

Setelah dirilisnya beberapa panduan, gagasan Piagam Maiyah ini kemudian berlanjut dengan dilaksanakannya workshop penyusunan Piagam Maiyah di Simpul-Simpul Maiyah yang ada. Mekanisme pelaksanaan workshop yakni dengan mengambil salah satu sesi pada saat dilaksanakan Maiyahan rutin. Tercatat sebanyak 16 Simpul telah melaksanakan workshop tersebut sejak bulan Januari 2018 hingga Tajuk ini terbit.

Selama dua bulan ini, workshop Piagam Maiyah yang dilaksanakan di Simpul Maiyah berlangsung sangat baik. Jamaah Maiyah di masing-masing Simpul  sangat kooperatif. Semua merasa bahwa memang sudah saatnya Maiyah memiliki regulasi atau sebuah aturan main yang keberangkatannya disusun oleh Masyarakat Maiyah itu sendiri, dan kemudian diterapkan dalam kehidupan mereka sendiri.

Dari sejumlah pelaksanaan workshop tersebut, telah terhimpun 587 butir draft Piagam Maiyah. Data yang telah terhimpun tersebut kemudian diolah oleh Redaktur Maiyah dan Koordinator Simpul Maiyah.

Melalui workshop penyusunan Piagam Maiyah yang telah berlangsung diharapkan Jamaah Maiyah dapat memperoleh bekal pengetahuan mengenai bagaimana sebuah perjanjian definitif bersama seharusnya disusun. Hendaknya Jamaah Maiyah lebih mampu memilah antara asumsi dan fakta, serta antara yang substantif dan elementer.

Kemudian, Jamaah Maiyah diharapkan terus menggulirkan proses penyusunan Piagam Maiyah ini baik secara formal maupun informal di dalam berbagai skala dan format diskusi guna melahirkan butir-butir Piagam Maiyah ini.

Dalam penyusunan ini, Jamaah Maiyah diharapkan terus meningkat dengan lebih spesifik dalam susunan kalimat pada butir-butir Piagam Maiyah. Kalimat dalam butir-butir bisa diawali sbb:
1. Orang Maiyah mewajibkan dirinya untuk……
2. Orang Maiyah tidak memperkenankan dirinya untuk…...

Contoh penerapannya seperti yang telah disampaikan pada Tajuk Merintis Terwujudnya Gagasan Piagam Maiyah akan menjadi seperti berikut:
1. Orang Maiyah mewajibkan dirinya untuk mengedepankan sikap tabayyun dan pengasuhan dalam penyelesaian konflik.
2. Orang Maiyah tidak memperkenankan dirinya untuk menawar-nawarkan diri untuk menyelesaikan masalah di masyarakat, tetapi apabila dimintai bantuan, Orang Maiyah siap berikhtiar mencari solusi persoalan tersebut.

Dan seterusnya.

Proses penyusunan Piagam Maiyah ini masih terus berlangsung hingga bulan Maret yang akan datang. Harapannya, semakin banyak lagi Jamaah Maiyah yang turut berpartisipasi, karena Piagam Maiyah ini sendiri nantinya akan digunakan oleh Jamaah Maiyah itu sendiri. Partisipasi dapat dengan mengirimkan butir-butir Piagam melalui email yang tertera di bawah.

Yogyakarta, 23 Februari 2018
Koordinator Simpul Maiyah
koordinator.simpul@gmail.com

Sumber: https://www.caknun.com/2018/terus-berproses-bersama-menyusun-piagam-maiyah/

Kepemimpinan Hidup Warga Negeri Maiyah

1.
Maiyah ini bisa dan wajar untuk disebut perkumpulan, tapi tidak seperti perkumpulan-perkumpulan yang lain.

Maiyah ini layak dan boleh disebut korps, klub, geng, paguyuban, perhimpunan, persatuan, atau apapun sebutan lain yang pernah ada, tetapi Maiyah tidak sebagaimana itu semua.

Maiyah ini silakan saja disangka semacam ormas, aliran tarekat, bahkan tidak keberatan disangka madzhab atau dituduh sekte, tetapi Maiyah sama sekali tidak sama dengan semua yang pernah ada.

Maiyah ini mungkin saja dianggap kekuatan massa, kekuatan sosial budaya, kekuatan politik, arus energi spiritual atau apapun, tetapi tidak persis sebagaimana yang dipahami kebanyakan orang.

Niatnya berbeda, tujuannya berbeda, formula nilainya berbeda, cara berpikirnya, pola pemahamannya terhadap niat, tujuan, formula nilai, tidak sama dengan yang pernah ada.

Kuda-kuda hidupnya berbeda, proses pencapaian keseimbangannya berbeda.

Utamanya sikap terhadap dunia dan kehidupan pada umumnya, tidak sama.

2.
Bagi penduduk Negeri Maiyah, Sabilillah adalah arah hidupnya, Syariat adalah ketentuan Allah atas jalan yang ditempuh, Thariqat adalah dinamika ijtihad dalam menempuh jalan, Shirathal Mustaqimadalah presisi penempatan diri dalam perjalanan fana menuju baqa’.

Bagi warga Negeri Maiyah: Syariat, Hakikat, Thariqat dan Ma’rifat adalah sebuah kesatuan sistem, bukan tingkatan-tingkatan pencapaian, apalagi untuk dijadikan parameter mengklaim keunggulan manusia atas manusia lainnya.

Setiap warga Negeri Maiyah bertanggung jawab terhadap perjanjiannya kepada Allah sebelum lahir untuk hanya menyembah Allah, dalam pengertian meletakkan Allah sebagai pancer segala pertimbangan dan perhitungan dalam menjalankan hidupnya.

Setiap warga Negeri Maiyah melakukan penelitian atas dirinya masing-masing, melakukan identifikasi dan upaya perumusan tentang apa konsep kemauan Allah dalam menciptakannya dan menghadirkannya di dunia. Dan ia tidak melakukan apapun kecuali yang ia yakini sebagai kehendak Allah, dengan senantiasa mewaspadai kehendaknya masing-masing untuk dipertemukan dan dipersatukan dengan kehendak Allah.

Setiap warga Negeri Maiyah mengerjakan apa saja yang ia senang dan bahagia, yang Allah juga senang dan meridlai.

3.
Setiap warga Negeri Maiyah berusaha sekeras-kerasnya untuk mematuhi Syariat Allah, dan sedinamis mungkin berijtihad, mencari dan menemukan Tarekat-nya masing-masing, dengan Mursyid Kanjeng Nabi Muhammad Saw, Al-Qur`an, Sunnah dan Sirah Rasul, serta pembacaan kritis atas pandangan para Ulama.

Disebut Tarekat-nya masing-masing, karena “fadhdhalallahu ba’dlan ‘ala ba’dlin”. Allah memberi keistimewaan yang beragam-ragam kepada setiap hamba-Nya. Kadar akalnya berbeda-beda, potensi pencapaian spiritualnya tidak sama, keterampilan sosialnya beragam-ragam, bahkan nasib dan qadla qadar Allah atasnya juga tidak sama.

Setiap warga Negeri Maiyah beristiqamah sepanjang hidupnya untuk selalu meneliti dan mencari titik temu antara kehendak Allah dengan kehendak dirinya.

Allah punya ketetapan bagi setiap hamba-Nya untuk diletakkan dan diberi bekal di maqam yang berbeda-beda: mungkin pertanian, perekonomian, perdagangan, kepegawaian rutin, kreativitas budaya, hitung-menghitung, kreativitas kerajinan, kesutradaraan, pendobrakan, pemeliharaan, pencetusan, atau wilayah-wilayah kerja apapun.

Setiap warga Negeri Maiyah senang dan bahagia menekuni diri dan bidangnya masing-masing sampai tingkat kepemimpinan atas urusannya masing-masing.

Kepemimpinan bukanlah menjadi penguasa atas orang lain. Kepemimpinan bukan menjadi Presiden, Direktur, Manajer hingga Lurah. Kepemimpinan adalah ketekunan terus-menerus untuk setia kepada ketentuan Allah atas dirinya, sehingga setiap warga Negeri Maiyah adalah makhluk Allah yang berilmu atas dirinya sendiri dan dunia. Adalah hamba Allah yang mengerti di mana tepatnya ia berada, melakukan apa seharusnya dan tidak melakukan apa yang tidak seharusnya.

4.
Warga Negeri Maiyah lahir dan hidup di tengah zaman di mana ummat manusia tidak mencari diri dan kehendak Tuhannya, melainkan melampiaskan nafsunya, sehingga seluruh sistem dan tatanan yang berlaku diwanti-wanti oleh Kanjeng Nabi “tunggu saat kehancurannya” — karena hampir setiap pekerjaan dan kepemimpinan dilakukan oleh orang yang tidak memiliki ketepatan dan keahlian untuk itu.

Semua warga Negeri Maiyah tidak mendirikan apapun yang semua penghuni zaman ini mendirikannya, yang hasilnya adalah kerusakan. Semua warga Maiyah tidak membangun apa yang kebanyakan pelaku sejarah membangunnya, yang produknya adalah kemerosotan.

Semua warga Maiyah tidak melakukan apa yang hampir semua orang melakukannya, yang penghasilannya adalah kehancuran, jangka pendek atau jangka panjang, cepat atau perlahan.

Warga Negeri Maiyah terus mencari kemudian melakukan segala sesuatu yang membangun, bukan yang merusak. Segala sesuatu yang menegakkan, bukan yang mengambrukkan. Segala sesuatu yang bisa diangkut sampai ke keabadian sorganya Allah, bukan yang sia-sia dan membusuk begitu berpindah ke kuburan.

5.
Maka setiap dan semua warga Negeri Maiyah adalah kaum Muhajirin sepanjang hidupnya, sekaligus kaum Anshor sepanjang usianya. Kalau mereka warga Indonesia, maka mereka tidak numpang, bergantung dan minta tolong kepada Indonesia. Melainkan memiliki bekal ilmu dan pengalaman, serta kesanggupan dan keikhlasan, untuk menolong Indonesia. Meskipun sekadar urusan sedebu di kampungnya.

Wassalam
EAN, 17 Februari 2018

Sumber: https://www.caknun.com/2018/kepemimpinan-hidup-warga-negeri-maiyah/