SAMPAIKANLAH WALAUPUN ITU HANYA NGGEDABRUS!

Keruwetan komunikasi menjadi salah satu penyebab utama konflik dalam kehidupan. Jamak ditemukan dirumah–anak dengan orang tua, suami dengan istri, maupun ketika bergaul dengan lingkungan sekitar. Dalam konteks komunikasi, gangguan dalam penyampaian pesan sering kali menjadi faktor yang menyebabkan salah tafsir, kemudian meningkat levelnya menjadi ketegangan, dan seringkali berakhir dengan jotos-jotosan. Salah satu teori komunikasi yang menjelaskan hal ini adalah Model Shannon-Weaver, yang menekankan adanya gangguan dalam proses penyampaian pesan yang dapat diartikan sebagai noise. Gangguan ini, baik berupa interpretasi yang salah atau ketidakjelasan informasi, yang kemudian memicu konflik dan merugikan banyak pihak. Sejarah telah membuktikan betapa besar dampak yang ditimbulkan oleh keruwetan komunikasi tersebut. Salah satu contoh yang paling mengerikan adalah Perang Dunia I, yang sebagian besar dipicu oleh kekeliruan interpretasi pada komunikasi diplomatik antar negara setelah pembunuhan Archduke Franz Ferdinand. Ketegangan diplomatik yang terjadi akibat salah pengertian ini akhirnya berkembang menjadi konflik besar yang melibatkan banyak negara.

Hari-hari ini, ditengah laju percepatan informasi, kemampuan kurasi informasi menjadi penting untuk diulik kembali. Sebagaimana pernah disampaikan Mas Sabrang pada salah satu forum maiyahan, “Kita tidak terlatih untuk menimbang informasi. Itu yang membuat kecepatan menjalarnya informasi berbalik menjadi masalah. Karena manusianya sendiri belum cukup dewasa untuk menyikapi informasi itu sendiri.”. Dalam QS. Al-Hujurat: 6, perintah untuk memeriksa kebenaran informasi merupakan langkah pertama untuk menghindari kesalahan yang lebih besar.

Tema bulan ini bertujuan untuk menggali lebih dalam tentang bahaya salah pengertian dan bagaimana kita bisa menghindarinya. Dengan menerapkan prinsip verifikasi informasi dan sikap rendah hati, agaknya dapat mengurangi potensi konflik. Bersama-sama dalam Juguran Syafaat edisi ke 140 ini kita berkumpul lagi, Semoga kita tak pernah jemu mencerdasi setiap yang terjadi, menemukan arti penting dari setiap peristiwa lalu menjadikannya pelajaran untuk diterapkan.

Mukadimah: TANDURANE GUSTI

Tanpa kita sadari bahwa sedari dalam alam kandungan sampai detik ini tidak ada satupun yang tidak ada keterlibatan Tuhan, semua yang terjadi ada keterlibatan Tuhan. Tetapi manusia sengaja di buat tersamar pandangannya, batinnya dengan peristiwa lahiriah, seolah2 semua yang kita lakukan atas keberhasilan pribadi atau komunal. Siapa yang membimbing bayi untuk bisa menyusu kepada ibunya? Apakah manusia? Tentu bukan, manusia hanya ber upaya , Tuhan lah yang membuat bayi itu paham cara menyusu seperti apa.

Manusia itu seperti “Tanaman/Tanduran” , dari bayi sampai detik ini di tumbuhkan,di beri pupuk, di jaga serta di bimbing oleh Allah. Yang artinya “kun fayakun” Dari Allah terus berlangsung terus menerus sampai detik ini. Seperti yang Mbah Nun pernah sampaikan “kun fayakun” Secara arti bahasa memang “jadi, maka jadilah” Terus kalau sudah jadi hanya diam saja? Ada keberlangsungan nikmat Allah yang terus berkucur mengalir kepada manusia bahkan ke seluruh alam semesta beserta isinya ini.

Setelah bulan kemarin kita bersama berdiskusi tentang “menziarahi diri” ,kali ini kita pertajam lagi, perlembut lagi untuk bisa merasakan, melihat nikmat2 Tuhan yang selalu di berikan kepada kita. Bahwa yang di anggap kecil pun ada keterlibatan Tuhan, mulai lah peka terhadap yang kecil, yang kita abai sebelumnya, sesuatu yang besar pasti berawal dari yang kecil. Dengan kita tanggap terhadap yang kecil saya ber khusnuzon Allah akan lebih banyak memberikan apa yang Allah punya untuk di titipkan kepada kita. Kalau kita menjadi “Tandurane Gusti Allah” Pasti akan di rawat dengan baik oleh Allah, di beri pupuk yang sangat berkualitas sampai bisa menghasilkan buah yang banyak serta besar besar.

Mari bersama sama lagi kita berkumpul pada forum Juguran Syafaat edisi ke 138 semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita dalam setiap langkah ,memberikan petunjuk agar memiliki akurasi dalam memilih jalan yang di ridhai-Nya.

Mukadimah: ZIYADAH MAIYAH

Manusia diciptakan dengan potensi yang besar karena manusia diberi kelebihan berupa akal, kemampuan untuk belajar, berkembang, serta diberi tugas sebagai khalifah di bumi. Namun rasa rasanya kehidupan manusia sekarang ini seperti gedung yang hendak roboh karena fondasinya telah terkikis dan kropos yang disebabkan oleh manusia sendiri.

Terdapat dalil yang menyatakan “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

“Ziyādah Bermaiah” adalah salah satu jalan untuk mengopeni pondasi dasar yang ada pada diri manusi. Ziyādah Bermaiah dapat diartikan sebagai “peningkatan kebersamaan” atau “tumbuh bersama”.

Ada pepatah yang mengatakn “Barangsiapa yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin, maka dia adalah orang yang beruntung. Barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka dia adalah orang yang merugi. Dan barangsiapa hari ini lebih buruk daripada hari kemarin, maka dia adalah orang yang celaka.”

Islam sangat menganjurkan umatnya untuk terus mencari ilmu sepanjang hayat. Peningkatan dalam ilmu pengetahuan dianggap sebagai bentuk ibadah dan cara untuk memahami kebesaran Pencipta.

Dalam konteks sosial, Ziyādah Bermaiah mengacu pada pentingnya kebersamaan, solidaritas, dan saling membantu di antara sesama manusia maiyah. Islam sangat menekankan pentingnya ukhuwah (persaudaraan) yang harmonis dan bekerja sama dalam membangun masyarakat yang matang secara spiritual, intelektual, dan sosial.

Dengan menerapkan konsep Ziyādah Bermaiyah dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, seorang manusia maiyah diharapkan dapat mencapai peningkatan yang komprehensif, tidak hanya dalam hal kuantitas tetapi juga kualitas. Ini sejalan dengan tujuan akhir yang diharapkan setiap insan yaitu mencapai keridhaan Allah dan kesuksesan di dunia serta akhirat.

Mukadimah: MEROBEK SELUBUNG DELUSI

Dalam kehidupan yang serba kompleks, penuh dengan ketidakpastian, dan laju perkembangan zaman yang demikian cepat ini, seringkali kita terjebak dalam selubung delusi yang diciptakan oleh harapan, ketakutan, dan kenyataan yang kita bangun sendiri maupun yang sudah secara turun-temurun terwarisi. Delusi ini dapat berbentuk keyakinan tak berdasar common sense, harapan yang tidak realistis, pemahaman yang keliru tentang kehidupan, atau bahkan mungkin keliru dalam memahami diri kita sendiri. Selubung delusi ini tentu dapat berakibat pada semakin terbatasnya pikiran kita, menghalangi pandangan untuk dapat melihat kebenaran dengan jernih sehingga sulit memahami realitas secara utuh.

Merobek Selubung Delusi” adalah upaya untuk membuka pikiran kita terhadap hal-hal yang mungkin telah lama tersembunyi di balik tirai keyakinan yang tidak akurat. Pada tema kali ini, kita akan mengeksplorasi berbagai bentuk delusi yang sering kita hadapi, baik dalam ranah pribadi, maupun kolektif. Bersama-sama mencoba memahami bagaimana delusi terbentuk, bagaimana pengaruhnya terhadap perilaku kita sehari-hari, serta memformulasi cara untuk merobek dan melepaskan diri dari selubung delusi.

Dengan harapan masing-masing dapat membangun kerangka berpikir yang lebih kokoh agar lebih berpeluang mencapai keputusan yang lebih akurat dan semoga dapat melahirkan kebijaksanaan yang lebih dalam. Maka, di Juguran Syafaat edisi 134 ini, kita bersama-sama berkumpul lagi, merobek selubung delusi, menemukan yang esensi lalu mengaktivasinya kembali.

Mukadimah: RUANG RINDU

Sejauh- jauh burung terbang, ia akan pulang juga ke sarangnya. Pepatah itu seolah sedang menjelaskan betapa penting makna pulang. Pulang menjadi penting karena ia merupakan jodoh dari kepergian. Setiap yang pergi pasti membutuhkan pulang. Begitulah hukum kehidupan.  Kepergian yang tanpa kepulangan, adalah gentayangan. Seperti laut yang tak menemukan pantai, pagi yang tak menjumpai senja, lelaki yang tak menemukan wanita dan hidup yang tak  menemukan mati husnul khotimah.

Setiap hari jiwa kita bepergian. Bergerak dengan cita- cita dan diseret oleh harapan. Dunia sedang membangun sejenis impian memalui propaganda dan hasutan- hasutan. Manusia berlarian mengejar hingga jauh meninggalkan keluarganya, kampungnya, sejarah dan asal usulnya. Impian- impian yang dipersepsikan sebagai kejayaan, kemakmuran dan kehebatan itu tak pernah selesai dikejarnya. Manusia saling berlomba agar bisa mengungguli orang lain.

Kepergian umat manusia telah membawa mereka ke tempat yang sangat jauh dari rumah sejatinya. Termangu- mangu di hamparan padang yang tak dikenalinya. Dan pada momen- momen tertentu ketika sukma mereka berontak, dorongan untuk pulang terasa menggebu. Ada sesuatu yang dirindui. Namun sesuatu itu telah menjadi samar- samar dan tak bisa dengan jelas dirumuskan.

Pada saat mereka mencoba mencari tempat pulang,  rumahnya tak lagi memberi rasa kepulangan, kampungnya telah kehilangan wajah sejarahnya, negaranya sudah bukan lagi negerinya,  pemimpin- pemimpinnya sudah tak memancarkan wajah pengayom,  agama- agama telah menyempit menjadi industri madzab dan aliran- aliran yang mempertegas permusuhan, bahkan tempat- tempat ibadah juga tak lagi dihuni oleh Tuhannya.

Manusia sedang membutuhkan arus balik dari langkah kepergian, yakni kepulangan. Juguran Syafaat membuka pintu bagi kedatangan para pembelajar untuk menemukan atmosfir kepulangan. Juguran Syafaat mengembarai ilmu Maiyah sebagai jalan menemukan rasa kepulangan yang tentram. Seperti perantau yang pulang menjumpai kampung halamannya, sanak keluarganya, orang tuanya dan habitat budaya yang membesarkan sejak masa kanak- kanak.

Di Juguran Syafaat tak ada akrobat kemewahan dan pamer kealiman. Tak ada unjuk kebolehan kepakaran yang saling menuduh orang lain sebagai ahli neraka. Sebelas tahun perjalanan Juguran Syafaat tidak sedang ingin mencapai apa- apa. Kecuali menemukan makna dan titik pijak yang tepat bagi setiap keberangkatan. Agar ketika harus pulang setelah pergi, tak kebingungan melacak jejaknya kembali.

Mukadimah: JEJAK KEBAIKAN

Jejak kebaikan dalam kita berproses posisinya persis dengan orang yang sedang menanam. Menanam sesuatu itu harus dipastikan sudah tergarap dulu tanah, cuaca dan perairannya.

Tiga hal tersebut sama dengan niat pada diri kita, sebagai mana yang sering diungkapkan Mbah Nun, “Dengan keberangkatan niat baik, niat baik dan niat baik Insya Allah berbuah”.

Mari kita selaku rekan seperjalanan membawa ini dengan semangat sosial spiritual menjadi penyumbang. Seperti yang kita lihat para penggiat simpul menyumbangkan baik waktu, tenaga, finansial dan pemikiran, itu semua demi tergelarnya Juguran Syafaat terkondisikan tidak ada yang kapiran dalam proses teman-teman Sinau bareng.

Semoga Para Penggiat ini menjadi prototipe keberlangsungan kita di masyarakat entah itu skala RT, desa, kecamatan dan skala yang lebih luas lagi.

Bersama-sama kita akan melingkar di Juguran Syafaat edisi ke-132 untuk merancang jejak-jejak kebaikan baru di masa depan.