Mukadimah: SESOBEK BUKU HARIAN INDONESIA

Anak-anakku Maiyah, jangan sampai tidak mengenali bahwasanya ilmu Maiyah ini hidayah. Hidayah dari Allah”, demikian Mbah Nun berpesan.

Diantara keberlimpahan ilmu di Maiyah adalah dalam bentuk karya pustaka atau buku. “Sesobek Buku Harian Indonesia” adalah buku berisi sekumpulan puisi  yang merupakan ekspresi dan Impresi Mbah Nun tentang, dalam, dari, dan terhadap Indonesia, dari era 1980-an sampai dengan 1990-an. Kepada setiap yang membacanya Mbah Nun memerdekakan untuk memilih apa titik beratnya: Puisinya, Indonesianya, Mbah Nun-nya, atau sobeknya.

Pada Juguran Syafaat edisi ke-128 ini bersama-sama kita menghadirkan ilmu dan mentadaburinya melalui buku tersebut, sebagai ungkapan syukur atas hidayah ilmu dari Allah yang begitu berlimpahnya. Mudah-mudahan dengan energi syukur tersebut, ilmu kemudian meresap ke dalam jiwa, dan teraktualisasi menjadi manfaat yang mudah-mudahan dapat berdampak langsung pada setiap problem dan tantangan yang dihadapi pada konteks kehidupan masing-masing.

“Allahumma inni a‘udzubika min ‘ilmin la yanfa‘” .
Ya Allah aku berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat.

Membenahi lagi cara kita mensyukuri ilmu adalah tindakan teramat solutif ketimbang pilihan sikap untuk apatis dan berputus asa atas kondisi Indonesia hari ini. Kondisi bangsa yang bukan lagi sobek, tetapi sudah begitu hancurnya. Dalam pengantar buku ini oleh Mbah Nun digambarkan Indonesia ibarat buku lama yang terbengkalai di lemari, digerogoti oleh tikus-tikus tiap malam, lembaran-lembaran buku itu tercabik-cabik, terkeping-keping, terserpih-serpih, hampir tidak tersisa satu lembarpun yang masih utuh. Itu pun setengah basah dan bau karena bercampur air kencing tikus-tikus itu.

Mukadimah: KAGUM KEPADA ORANG INDONESIA

“Kalau kita bilang, ‘negara kita sedang krisis’, itu semacam tawadlu’ sosial, suatu sikap yang menghindarkan diri dari sikap sombong. Kalau pemerintah kita terus berutang triliunan dolar, itu strategi agar kita disangka miskin. Itu taktik agar dunia meremehkan kita. Karena kita punya prinsip religius bahwa semakin kita direndahkan oleh manusia, semakin tinggi derajat kita dihadapan Allah. Semakin kita diperhinakan oleh manusia di bumi, semakin mulia posisi kita di langit.”

Kutipan di atas ditulis oleh Mbah Nun sebelum 2008. Jauh-jauh waktu sebelum era semakin volatil, uncertain, complex & ambigu kita diajak untuk membaca dan mereaksi segala sesuatu tidak kaku belaka, kognitif minded, saklek & cupet melainkan dengan cara berpikir dialektis. Membaca dan mereaksi fenomena bumi, dengan tidak meninggalkan semesta pandang langit adalah salah satu bentuk keluasan hati dan kelegaan berpikir yang mestinya kita upayakan setiap waktu.

Bersama-sama kita akan melingkar di Juguran Syafaat edisi ke-127 meng-helikopteri setiap fenomena, memilih pilihan memandang dan menyikapi yang lebih bermartabat, syukur-syukur layak untuk dikagumi.

Memomentumi Maulid Nabi Muhammad Bin Abdullah

Jangankan berlebihan mengagumi Nabi, merasa pas saja tidak berani. Semewah apapun kita menghunjukkan syukur kepada Nabi, tetaplah bernilai kurang, teramat kurang.

Malam hari ini sedulur Maiyah Purbalingga dan Banyumas berkumpul di selasar belakang di rumah Mas Agus Sukoco, di Sokawera, Purbalingga untuk memomentumi Maulid baginda agung, Muhammad bin Abdullah.

Semoga Sholawat senantiasa Allah curahkan kepada Beliau, dan semoga kita tergolong ke dalam bagian pertolongan dengan syafaat Beliau.

Sugeng Tindak Mas Amin Syaefudin

Telah mendahului kita sahabat kita, penggiat Maiyah Mas Amin Syaefudin. Rabu malam kamis jam 21.40 di RS Margono Purwokerto. Almarhum dimakamkan di Bulakan, Belik, Pemalang. Nampak dalam foto prosesi persemayaman dan sejumlah jamaah Maiyah yang turut bertakziah.

Akrab dengan sapaan Mas Amin Jinggring, almarhum berproses bersama-sama dalam lingkar mujahadah di Rumah Mas Agus Sukoco sejak awal-awal Juguran Syafaat terbentuk dahulu.

Berkarya di Koperasi Mutiara Maju Mapan (3M) Purbalingga. Semasa hidupnya Mas Amin terlibat dalam berbagai pendampingan petani budidaya. Tidak gegap gempita, tetapi kontribusi Mas Amin dalam paseduluran nyata adanya.

Ajaluna mahdudati
Wa liqauna fil jannati

Mukadimah: IKUT TIDAK LEMAH

Rezeki besar bagi tiap-tiap penggiat dan jamaah Juguran Syafaat adalah menemukan ruang tumbuhnya masing-masing. Setiap jengkal pemenuhan dan pertambahan kelengkapan hidupnya adalah gelimang syukur dalam berbagai bentuk dan formula wiridnya.

Tidak ada kewajiban apapun yang lebih tinggi melainkan kewajiban untuk bersyukur. Syukur yang bisa diungkapkan melalui tasbih ekspresi kebaikan, diantaranya dengan cara menggembirakan orang lain. Siapa tahu dengan gembira, orang lain itu akan lebih meningkat kadar kualitas dalam aksi olah hidupnya.

Hindari self-rejection yang berangkat dari perasaan ‘terwajibkan’ untuk kita melakukan kerja-kerja penguatan dan empowerment. Itu kewajiban LSM. Sudah banyak di luar sana.

Sekurang-kurangnya kita tidak sanggup melakukan kerja-kerja penguatan, minimalnya kita bersungguh hati mewaspadai sikap dan perilaku diri yang berpotensi melemahkan diri sendiri dan juga berpotensi melemahkan orang lain di sekitar kita. Pada edisi ke-126 esok, kita berkumpul dan melingkar lagi di Majelis Ilmu Juguran Syafaat.

Syini Malam Tadi

Njugur, mengobrol santai di Syini kopi, usai tawashshulan dan persembahan spesial “Kado Muhammad” malam tadi (9/8).

Usai jenak berbincang dan medang, rombongan melanjutkan pulang ke Banyumas dan Purbalingga. Sebagian singgah berziarah di Magelang.