TROTOAR, tempat yang diperuntukkan bagi pejalan kaki. Trotoar memiliki fungsi yang amat penting, sebegitu pentingnya sehingga penggunaan trotoar untuk kepentingan selain berjalan kaki adalah pelanggaran.
Buka lapak, berjualan, tidak boleh dilakukan di trotoar. Bukan hanya larangan tertulis, aparat keamanan kota kerap dikerahkan demi menjaga trotoar agar tetap setia pada fungsinya. Nyatanya memang berdagang di ruas trotoar sangatlah mengganggu bagi pejalan kaki. Pejalan kaki harus membelok ketika terhadang warung, terpaksa turun ke ruas jalan. Tanpa berpikir hal itu adalah sesuatu yang membahayakan, karena motor dan mobil lalu lalang dengan kecepatan tinggi. Maka benar saja, mengalihkan fungsi trotoar untuk berdagang adalah tindakan terlarang. Bukan hanya wajib ditegur, bahkan menggusur paksa mereka yang memanfaatkan ruas pejalan kaki untuk berjualan kerap kali dilakukan.
Harapannya, mereka yang berdagang silahkan memanfaatkan ruang yang sudah disediakan. Walaupun ruang ekonomi saat ini lebih banyak tersedia bagi pemilik modal besar, bukan bagi pelapak-pelapak modal dengkul. Itu adalah PR pengelola negara untuk terus meningkatkan ketersediaan ruang bagi pelaku ekonomi menengah ke bawah. Yang tidak kalah penting dari PR untuk membersihkan trotoar agar senyaman mungkin dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya, untuk berjalan kaki.
Namun waktu terus bergulir, pertumbuhan kelas menengah, peningkatan perputaran uang di masyarakat memicu meningkatnya daya beli motor dan mobil. Masalah kemacetan di jalan datang mendera. Apa solusi yang ditempuh agar kemacetan tak semakin parah? Salah satu solusi yang tahun-tahun ini sedang gencar dilakukan secara kompak oleh pemerintah pusat dan daerah adalah: pelebaran jalan.
Pelebaran jalan diharapkan dapat melegakan kemacetan. Kalau kemacetan bisa dibuat lega, orang tak perlu takut untuk berpikir membeli atau menambah kendaraan bermotor. Kalau orang-orang terus memelihara angan-angan membeli motor dan mobil, maka industri otomotif akan terjamin di masa depan.
Masifnya proyek pelebaran jalan berdampak langsung pada perkembangan industri otomotif di negeri ini. Namun, di sisi lain, masifnya proyek pelebaran jalan dirasakan pula oleh para aparat penegak penertiban kota. Setelah bersusah payah menggusur pedagang kecil, demi mengembalikan trotoar pada fungsi aslinya, eh lah malah trotoar-trotoar justru saat ini tergusur keberadaannya, demi lebih lebarnya jalan.
Para pedagang kaki lima yang dulu digusur-gusur, dengan trotoar yang kini terus tergusur, mereka sepertinya sudah ditakdirkan senasib adanya. Ketertiban adalah ketika trotoar bersih dari kekumuhan para kaki lima. Namun, jangan pula diabaikan makna ketertiban yang lebih hakiki, yakni tertib menjaga konsistensi sikap. Yakni sikap yang proporsional, antara kepada pedagang kecil kaki lima dengan pedagang besar otomotif. [] Rizky Dwi Rahmawan