Kepada tatanan Lebah saja, Tuhan tidak membiarkan kehidupan mereka ‘yatim’ tanpa kepemimpinan. Setiap koloni Lebah disediakan Ratu yang menjadi ‘pusat’ keterikatan batin kehidupan mereka. Tanpa sebuah keterikatan yang bersifat alamiah semacam itu, ratusan atau ribuan Lebah tidak akan bisa menjalani keteraturan gerak hidup menuju satu orientasi tertentu. Itulah ‘jamaah’.
Sedangkan kepada Lebah saja, Tuhan sangat serius dalam mengurus keteraturan hidup mereka dengan mempersiapkan ‘sesepuh’ diantara mereka. Padahal urusan hidup lebah sangatlah sederhana. Untuk yang sesederhana itu saja, Tuhan tidak main-main soal ‘jamaah’. Diciptakan Ratu dalam kehidupan Lebah adalah bukti pentingnya kehadiran pemimpin dalam kehidupan, meski hanya kehidupan Lebah.
Pertanyaannya adalah, apakah kepada kehidupan manusia yang relatif lebih rumit dan kompleks Tuhan membiarkan tanpa menyediakan Ratu, pemimpin atau imamnya sebagaimana yang difasilitaskan kepada masyarakat Lebah? Saya berkeyakinan bahwa setiap bangsa, satuan sosial dan berbagai skala kebersatuan masyarakat, Tuhan sudah menyediakan imam, ratu atau pemimpinnya yang berfungsi sebagai ‘sesepuh’ kehidupan mereka. Hanya saja manusia sudah kehilangan kewaspadaan makrifati untuk sanggup melihat indikator pemimpin, ratu atau imam kehidupan sejati yang sudah disediakan oleh Tuhan di tengah -tengah mereka.
Setiap lima tahun sekali kita disodori calon-calon pemimpin oleh partai politik. Sayang sekali partai politik tentu tidak berangkat dari perspektif ruhani seperti di atas. Dan undang-undang kita juga tidak dibikin untuk berniat menemukan pemimpin. Dalam konteks ini, seluruh perangkat aturan kehidupan berbangsa dan bernegara kita hanya diorientasikan untuk memilih petugas, pelayan dan pekerja negara yang kemudian disebut sebagai pemerintah. Maka untuk urusan imam, ratu atau pemimpin dalam perspektif yang lebih koprehensif ruhaniah, kehidupan kita masih kalah ‘beradab’ dibanding Lebah. Kehidupan Lebah lebih memenuhi syarat sebagai kehidupan yang berbasis pada nilai ‘jamaah’. Masyarakat Lebah memiliki kejelasan sebagai makmum, karena kehidupan mereka dipandu oleh Imam.
Saya berkeyakinan, hiruk-pikuk, dinamika dan berbagai pergolakan sosial yang sedang terjadi hari ini adalah cara Tuhan menggiring bangsa ini untuk benar-benar menata lebih serius kehidupannya. Agar kelak seluruh gerak kebudayaannya dituntun melalui konsep ‘jamaah’. Yaitu ada makmum dan ada imam, bukan sekedar kehidupan yang dikordinatori oleh pihak yang hanya berposisi sebagai petugas. Maka, Tuhan membuka ‘diskusi’ nasional melalui ‘ledakan’ surat Al Maidah 51.
Cepat atau lambat, akan ada ‘imam’ yang dipaksakan oleh Tuhan untuk memandu kehidupan bangsa ini dalam mengerjakan ‘rakaat-rakaat’ sejarahnya. Imam atau pemimpin yang benar-benar dikehendaki Tuhan, serupa ratu dalam masyrakat Lebah. [] Agus Sukoco