MAMPIR MEDANG (73): Rasulullah Audiensku

Allah mempersilahkan umat manusia untuk beriman atau untuk kafir. Sebab memang setiap perbuatan baik manusia yang memetik dirinya sendiri, pun begitu dengan perbuatan buruk.

Dengan ungkapan lain, Allah tidak menjadi pihak yang mendapat dampak dari perbuatan umat manusia.

Namun pada formula segitiga cinta berlaku hukum berbeda. Pada segitiga cinta ada pihak lain di antara Allah dan manusia, yakni Rasulullah.

Pada formula ketika Rasulullah dilibatkan oleh manusia, potensi anomali bernama qudroh memungkinkan terjadi. Sebab Rasulullah adalah yang sangat dikasihi Allah.

Allah mungkin cuek kepada kita, ketika kita teraniaya sebab kita yang menganiaya diri sendiri. Tetapi Allah tidak tega hati ketika hati Rasulullah ikut teraniaya hatinya sebab kebodohan dan sikap aniaya yang kita perbuat.

Maka libatkanlah selalu Rasulullah dalam langkah-langkah kita. Agar ketika kita salah langkah, kita tidak bersedih sendiri, tetapi Rasulullah juga ikut bersedih. Semoga ketidak-tegaan Allah pada Rasulullah membuat Allah berkenan menurunkan qudroh sebagai penolong langkah kita.

(Diolah dari: Agus Sukoco)

MAMPIR MEDANG (72): Sertifikat Bumi

Sertifikat tanah adalah salah satu barang yang dianggap paling berharga di kalangan umat manusia saat ini. Sertifikat tersebut adalah bukti sebuah kepemilikan. Berkat sebuah kepemilikan orang bisa memperoleh hak, akses, fasilitas tertentu, misalnya fasilitas pembiayaan.

Lalu, tahukah siapa pemilik sertifikat bumi ini? Untuk mengetahuinya, kita harus merunut dulu bagaimana bumi ini diciptakan. Bumi yang merupakan bagian alam semesta diciptakan kemudian hari setelah Nur Muhammad tercipta. Tidak lain dan tidak bukan bumi serta seisi alam semesta adalah bagi Nur Muhammad yang kemudian men-diri menjadi Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Maka, ketika kita mendekat dan bersholawat kepada Beliau, sesungguhnya kita sedang mendekat kepada sang pemilik sertifikat bumi. Kita mendekat kepada yang paling punya hak, akses dan fasilitas.

(Diolah dari: Agus Sukoco)

MAMPIR MEDANG (71): Peristiwa Alamiah, peristiwa Ilahiah

Membuat rencana itu adalah hal yang wajib bagi kita. Tetapi, sebagai orang yang bertauhid, hendaknya kita tidak mewajibkan rencana yang kita buat itu terlaksana.

Paradigma orang bertauhid dalam berencana adalah : Di satu sisi kita berikhtiar membuat rencana sebaik mungkin, di sisi lain kita bersiap-siap apabila yang terjadi bukan seperti yang ada dalam rencana kita, maka berarti kita sedang menyaksikan apa yang menjadi rencana Tuhan.

Maka, resiko dari orang yang malas membuat rencana adalah, kita menjadi kurang jelas menyaksikan bagaimana rencana Tuhan bekerja. Seakan-akan semua peristiwa adalah alamiah saja, bukan sesuatu yang merupakan rencana Ilahiah.

(Diolah dari: Agus Sukoco)

MAMPIR MEDANG (70): Dua Milyar

Kalau kita diminta memilih, mana yang akan kita pilih diantara dua ini? Pertama, kita diberi pemahaman Maiyah yang begitu bernilai, tetapi tidak diberi uang 2 M. Atau pilihan kedua, kita diberi masing-masing uang 2 M, tetapi tidak diberi hidayah ilmu Maiyah?

Jangan bayangkan hidayah ilmu Maiyah seotomatis turun seperti hari ini yang kita alami. Bayangkan kita bergelimang harta milyaran, tetapi hati dan pikiran terhijab. Maka betapa menderitanya hidup tanpa hidayah, meski bergelimang uang.

Kalau membayangkan dan merenungi itu, kita setidaknya bisa merasakan mahal-bernilainya ilmu Maiyah ini.

(Diolah dari: Agus Sukoco)

MAMPIR MEDANG (69): Rezeki Mata Air, Rezeki Comberan

Betapa lelahnya bekerja menjadi penambang pasir. Untuk mendapatkan rupiah dia harus menukar dengan bayaran peluh keringat.

Dari peluh keringatnya dia tukar menjadi rupiah, lalu rupiah itu dibawa ke rumah menjadi sesuap nasi untuk keluarga. Sesuap nasi itu pastilah menjadi sesuap nasi yang menyehatkan seluruh keluarga.

Betapa tidak, sebab rezeki yang para penambang pasir bawa itu adalah rezeki dari mata air. Rezeki yang masih bersih. Berbeda dengan jenis rezeki misalnya : jatah preman, uang pelicin, uang dengar.

Jenis rezeki semacam itu pastilah tidak menyehatkan. Sebab itu adalah jenis rezeki kelas comberan.

(Diolah dari: Agus Sukoco)

MAMPIR MEDANG (68): Setir

Kalau rumah tangga itu ibarat perjalanan, saat belum berumah tangga ibarat memegang setir sendiri, setelah berumah tangga setir dipegang berdua.

Jadi, yang membuat sulit kalau ada sulit-sulit di dalam rumah tangga, bukan medan jalannya yang lebih sulit, tetapi bayangkan bagaimana satu setir dipegang berdua.

Yang terbaik adalah disepakati dulu, yang mau pegang setir siapa? Suami atau istri. Dan taati kesepakatan itu.

Soal ekonomi itu hanya sebab khusus saja. Tidak sedikit juga rumah tangga ekonominya ‘di jalan tol’ tetapi berpisah.

(Diolah dari: Agus Sukoco)