Mukadimah: SELA TITIK HUJAN

Mengupayakan kemungkinan sekecil apapun di tengah situasi ketidakmungkinan. Menghindari sikap terpaku dan berpangku menunggu keajaiban. Meyakin-yakinkan diri, bahwa memang selalu lebih luas sela-sela dari turunnya titik-titik hujan. Sementara kahanan seolah menggiring sebuah sikap mental yang serba instan. Belum lagi mau tidak mau kita harus bersikap masa bodo terhadap berbagai ekspektasi sosial, rerasan kiri kanan. Ditambah keadaan hari ini, tak ada pilihan untuk mengelak dari perubahan yang terjadi begitu cepat diluar perkiraan.

Sebagian orang memilih ‘malaikatan’ terus mengumpat dan mengutuk setiap ketidaksempurnaan. Sebagian lainya memilih menjadi “manusia proses”,  bersama meningkatkan itikad kebaikan demi pentingnya sebuah tujuan. Selama ini kita mungkin terlalu jumawa mengaku lebih beriman. Padahal sebelum berhak mengaku beriman, pastilah Allah terlebih dahulu mempersyaratkan ujian. Namun bukankah, Allah tidak mungkin mencobai Hamba-Nya, melainkan sesuai dengan takaran. Jangan-jangan Allah sudah membekali kekuatan tambahan, kita saja yang belum menyempatkan untuk mengaktifkan.

Di edisi ke-113 ini kita melingkar lagi ber-Juguran. Istiqomah saling mendoakan, sebab sesungguhnya doa adalah sumber tambahan kekuatan.

Mukadimah: PIL PAHIT AUTOKRITIK

Atas apa saja yang hari ini sudah berhasil kita capai, kita bersyukur. Atas apa saja yang hari ini belum kita capai, kita mengevaluasinya. Kita tiba di hari ini tidaklah ujug-ujug, melainkan dari rentetan panjang keputusan demi keputusan yang kita buat kemarin dan dahulu. Setiap hari membuat keputusan, satu, sepuluh, seratus, seribu keputusan, tak terhitung.

Betapa sulitnya membuat keputusan yang selalu benar. Pengharapan penuh kepada Allah untuk ihdinas shiratal mustaqim sepertinya memang tidak untuk waktu yang kelak, melainkan untuk hari ini presisi menjalani hari-hari.

Sebab kehidupan ini begitu dinamisnya, keacakan kejadian mengandung jutaan probabilitas kemungkinan. Daya pikir rasional, olah kondisi jiwa, organisasi-disorganisasi posisi diri ditengah keberadaan orang lain, faktor alam, hingga force majure bahkan sekalipun keputusan kita benar, outputnya belum tentu sesuai yang diharapkan. Jalan pintas saat masalah datang, mudahnya adalah menyalahkan orang lain. Namun hati-hati, apabila tidak obyektif bisa saja kita terjebak pada sikap blaming of other. Sikap yang tidak membuat keadaan menjadi lebih baik sama sekali.

Sikap sebaliknya adalah menyalahkan diri sendiri. Yang apabila tidak obyektif justru membuat mental lemah oleh guilty feeling. Sikap yang membuat kita makin lemah dihadapan sebuah masalah. Menemukan sikap obyektif antara kedua hal tersebut, itulah autokritik. Posisi pandang seorang yang sedang mengerjakan autokritik adalah mengamati atau mengobservasi, bukan menghakimi. Pahit memang. Tetapi yang diserap adalah unsur-unsur yang memberdayakan.

Bersama-sama kita akan melingkar di Juguran Syafaat edisi ke-101 bulan Agustus 2021 secara virtual melalui Youtube Channel Juguran Syafaat.