Syukur Alhamdulillah, Juguran Syafaat pada bulan ini sudah genap berusia tiga tahun. Dari penyelenggaraan forum diskusi perdana pada 13 April 2013 lalu, secara rutin tanpa terputus setiap bulannya tak disangka-sangka ternyata bisa juga sampai pada penyelenggaraan yang ke-37.
Tidak ada gegap gempita yang direncanakan khusus untuk merayakan Harlah ke-3 Juguran Syafaat kemarin. Namun kehangatan dan keceriaan penuh rasa syukur berpendar diantara surprise-surprise dari para hadir yang spontan memberikan suguhan-suguhan istimewa. Pak Titut kemarin memberikan surprise berupa penampilan kolaborasi dengan Fafa Keyboardis. Ia tampil tetap dengan gaya hebohnya yang tidak ada duanya. Audienspun penuh sukacita menyaksikan penampilan tersebut. Di sela-sela penampilan Pak Titut memberikan penghikmahan dari pesan-pesan mendalam yang menjadi muatan dari karya yang ia ciptakan itu. Beberapa baru pernah dibawakan pertama kali pada malam hari itu.
Hidangan istimewa berupa santapan pada tasyakuran Harlah ke-3 Juguran Syafaat kemarin bukanlah kambing guling atau beef steak spesial. Tetapi pada malam hari itu hanya disajikan nasi jagung, kluban dan ikan asin. Bagi siapa saja yang kemarin ikut ngurmati dengan menyantap suguhan tersebut, tentulah merasakan betapa spesialnya menu nan sederhana tersebut. Bagaimana nasi jagung dipilih dari varitas jagung lokal terbaik. Sayur-sayuran untuk kluban direbus secara tradisional dengan teknik khusus. Juga ikan asin yang gurih turut melengkapi nylekamin-nya hidangan.
Begitulah suguhan yang dihadiahkan oleh Trio Amin, Margo dan Ujang menjadi surprise tersendiri. Citarasanya seperti membawa kita melancong ke masa lalu, setelah sehari-hari bosan dikepung oleh makanan-makanan impor. Memang benar-benar menu pilihan yang pasti dipersembahkan dari niat hati penuh ketulusan.
Selain dari kesungguhan memilih dan dari ketulusan niat, jenis sajian ini memiliki nilai istimewa karena merupakan jenis suguhan otentik bangsa kita. Bukan kambing guling yang khas Timur Tengah atau beef steak yang khas Barat. Bukan martabak atau capcai yang khas Tiongkok. Bukan menu bento-bento yang khas Jepang. Kluban adalah menu khas milik kita sendiri, warisan istimewa dari leluhur bangsa sendiri.
Bukan hanya soal pilihan menu yang otentik. Tapi cara pembawa acara mempersilahkan audiens juga otentik. “Mari dipersilahkan memberikan penghormatan kepada hidangan yang sudah disajikan”, begitu ucap pembawa acara mengantarkan hadirin. Sebuah penerjemahan yang agak kaku sebetulnya tapi tak mengapa, yang kita tangkap ketulusan hatinya saja. Menggunakan bahasa aslinya tentulah menjadi lebih kewes, “Monggo, dipun aturi ngurmati pasugatan.”
Betapa halusnya akhlak yang diteladankan leluhur kita, sehingga dipilih kata ‘ngurmati’ untuk mengantarkan seseorang menghadapi dan menyambut hidangan berupa santapan. Bukan ‘mari silahkan dimakan’, bukan pula ‘monggo dipun badhog’. [] Rizky Dwi Rahmawan