Membiayai Hedonisme

Kalau Anda pemilik perusahaan biting, cara membuat perusahaan Anda meningkat adalah bagaimana dengan membuat biting se-lancip mungkin, sehingga produk biting yang perusahaan Anda hasilkan betul-betul berkualitas, betul-betul fungsionable, sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh konsumen.

Akan tetapi saat ini ketimbang membuat inovasi membuat biting se-lancip mungkin, ada cara lain yang lebih signifikan memberi pengaruh terhadap meningkatnya perusahaan, yakni dengan membangun brand (branding). Bitingnya sama bahannya, sama lancipnya, tapi diberi kemasan, diberi warna-warni, lalu diberi merk sehingga produk biting Anda kini mempunyai brand.

Bukan hanya urusan biting, tapi hampir semua komoditas saat ini, kehirauan orang terhadap mutu produk yang ia beli kalah oleh keinginan orang itu mendapatkan produk yang memiliki brand image yang bagus. Terpenuhinya manfaat dari fungsi produk yang mereka beli itu nomor dua. Nomor satunya adalah bagaimana mereka diketahui oleh orang-orang telah menggunakan produk bergengsi, merk-nya terkenal dan harganya mahal.

Sekalipun selilit di gigi sudah terbuang oleh sebiting tusuk gigi, tapi rasa-rasanya selilit di hati masih tersisa bila ia belum mendapat pengakuan dari orang lain tentang kelas ekonominya, tentang ke-sadar merkannya, atas pilihan produk yang ia beli. Pertarungan ke-sadar merk-an atau brand awereness inilah yang membuat komponen biaya produksi suatu barang menjadi meningkat membersamai meningkatnya laju inflasi dari masa ke masa. Penyebab peningkatan itu adalah karena semakin menganganya range biaya packaging dan promosi sebagai syarat rukun untuk melakukan brand building.

Ujung-ujungnya, yang repot adalah kita sendiri sebagai konsumen. Darimana memang produsen mengalokasikan penambahan biaya untuk mereka melakukan brand building jika bukan diambil dari uang konsumen? Barang-barang meningkat harganya, bukan karena keniscayaan hukum ekonomi, tetapi karena buah keniscayaan hedonisme kita sendiri. Hedonisme yang terekspresikan dalam bentuk kebutuhan untuk diakui berkelas dan sadar merk. Padahal pada aslinya, kita membeli sesuatu dan bertransaksi sekedar bentuk ikhtiar untuk memperoleh fungsi dari barang yang kita beli, dalam rangka memenuhi apa yang sedang harus diselesaikan dan dibutuhkan. [] Rizky Dwi Rahmawan