Kita kadung mempercayai bahwa kehidupan ini adalah satu ruang yang tersekat-sekat menjadi banyak kamar. Padahal siapa yang menyangka kalau sebetulnya meski banyak pintu dalam kehidupan, semua menuju satu ruang besar yang sama. Dari pintu manapun seseorang memasukinya, pintu tarekat keagamaan, pengembaraan kesenian, penempuhan bisnis, dedikasi sosial atau pintu manapun saja, kita akan bertemu di satu ruang besar yang sama. Asalkan tetap jujur pada kehidupan.
Akan tetapi, dimana tempat yang mengajarkan tentang apa itu jujur pada kehidupan berikut segala ilmunya? Di sekolah-sekolah, yang primer adalah pembelajaran tentang apa-apa saja yang menyangkut ujian membangun karier. Beranjak ke forum kajian agama, malahan dibuat sibuk oleh perkara optimasi perolehan pahala. Kemudian menjajal mencari ke gedung-gedung kesenian, sudah jamak karya-karya seni tersita oleh obsesi eksistensialisme belaka.
Apakah memang sebegitu mencekamnya kehidupan, sehingga untuk mengurusi karier, mengurusi perolehan pahala dan mengurusi eksistensi diri sebagian kita sampai kehabisan waktu untuk sekedar mengilmui kehidupan secara jujur. Jujur sebagaimana jujurnya kita memilih hobi, tidak neka-neko semata-mata mengikuti naluri yang bentuknya berupa kecenderungan hati. Jujur sebagaimana jujurnya kita memilih keprigelan, inspirasi yang merupakan hidayah dari Ilahi.
Beruntunglah kita yang sibuk menikmati hobi dan mengasah keprigelan. Keduanya nampak sangat beragam jenisnya, tetapi sebetulnya berasal dari sesuatu Yang Satu. Saking sibuknya mengurusi semua itu, hingga tak sempat ribut dan bertengkar. Sebab ribut dan bertengkar hanya menambah seolah makin mencekamnya kehidupan saja.[] RedJS