MAMPIR MEDANG (72): Sertifikat Bumi

Sertifikat tanah adalah salah satu barang yang dianggap paling berharga di kalangan umat manusia saat ini. Sertifikat tersebut adalah bukti sebuah kepemilikan. Berkat sebuah kepemilikan orang bisa memperoleh hak, akses, fasilitas tertentu, misalnya fasilitas pembiayaan.

Lalu, tahukah siapa pemilik sertifikat bumi ini? Untuk mengetahuinya, kita harus merunut dulu bagaimana bumi ini diciptakan. Bumi yang merupakan bagian alam semesta diciptakan kemudian hari setelah Nur Muhammad tercipta. Tidak lain dan tidak bukan bumi serta seisi alam semesta adalah bagi Nur Muhammad yang kemudian men-diri menjadi Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Maka, ketika kita mendekat dan bersholawat kepada Beliau, sesungguhnya kita sedang mendekat kepada sang pemilik sertifikat bumi. Kita mendekat kepada yang paling punya hak, akses dan fasilitas.

(Diolah dari: Agus Sukoco)

Photos

Memenuhi Undangan, Sebatas Study Kasus

Mas Agus Sukoco ditemani beberapa teman penggiat Juguran Syafaat pada Senin (5/2) lalu memenuhi undangan sarasehan budaya dalam rangka harlah salah satu DPC Parpol di Purbalingga.

Simpul Maiyah terbuka belajar terhadap apa saja. Undangan semacam ini dipenuhi dalam rangka proses study kasus belaka, bagian dari keterbukaan kita belajar dari apa saja. Titik obyektif belajar study kasus dari bidang politik adalah berada di tengah-tengah antara sikap anti-antian dan sikap terbeli oleh deal dan kontrak-kontrak politik yang pragmatis. Bekalnya adalah kemampuan berfikir seimbang.

MAMPIR MEDANG (71): Peristiwa Alamiah, peristiwa Ilahiah

Membuat rencana itu adalah hal yang wajib bagi kita. Tetapi, sebagai orang yang bertauhid, hendaknya kita tidak mewajibkan rencana yang kita buat itu terlaksana.

Paradigma orang bertauhid dalam berencana adalah : Di satu sisi kita berikhtiar membuat rencana sebaik mungkin, di sisi lain kita bersiap-siap apabila yang terjadi bukan seperti yang ada dalam rencana kita, maka berarti kita sedang menyaksikan apa yang menjadi rencana Tuhan.

Maka, resiko dari orang yang malas membuat rencana adalah, kita menjadi kurang jelas menyaksikan bagaimana rencana Tuhan bekerja. Seakan-akan semua peristiwa adalah alamiah saja, bukan sesuatu yang merupakan rencana Ilahiah.

(Diolah dari: Agus Sukoco)

Mukadimah : Jejak Ibrahim

Allah SWT memberi anugerah melalui Maiyah berupa instrumen-instrumen ilmu sebagai bekal untuk menempuh hidup. Instrumen itu seperti rak-rak pengetahuan dan pemahaman yang dapat digunakan oleh kita untuk mempartisi benar dan salah, memilah baik dan buruk juga melakukan departementalisasi antara hal-hal dan perilaku-perilaku yang indah dan tidak indah. Oleh karenanya, sudah menjadi ciri bagi Jamaah Maiyah adalah di dalam setiap tindakannya, niat atau motif yang dimiliki me-negasi-kan motif-motif yang ada sebagaimana pada umumnya.

Instrumen berupa ilmu Maiyah mungkin bisa diibaratkan seperti kapak yang digunakan oleh Nabiyullah Ibrahim AS untuk menghancurkan berhala-berhala sesembahan mainstream. Sebuah tindakan berani yang dilakukan Ibrahim AS dengan tidak tanpa dasar.

Ilmu Maiyah mungkin sama lancip dan tajamnya, tegas dan akuratnya. Yang mungkin membedakan adalah kita tidak memiliki bekal sebagaimana bekal empiris yang dimiliki Ibrahim AS atas jejak pencarian Tuhan yang telah ditempuh dengan bersungguh-sungguh. Maka wajar apabila kita hari ini sangat lemah meski sekedar untuk mengenali di sekeliling kita apa-apa saja yang merupakan jenis-jenis berhala kontemporer.

Itulah PR kita sebelum memutuskan hendak memilih menghancurkan, mengacuhkan atau malah ikut-ikut menyembah berhala. Yakni mendeteksi serta mengidentifikasi berhala-berhala, yang bentuknya entah berupa finansialisme, eksistensialisme, lifestyle atau bentuk selainnya. Terserah kita, apakah kapak ini akan digunakan untuk simbol belaka atau kita hendak belajar memfungsikannya.[RedJS]