Apakah benar stigma bahwa orang baik itu lebih banyak dikadalin alias dibohongin?
Di indonesia dari dulu selalu krisis sosok figur yang bisa dijadikan kebanggaan. Sehingga mengakibatkan minim sekali tipe kepemimpinan yang bertajuk loyalitas merakyat, saat ini yang banyak malahan tipe pemimpin yang banyak pencitraan atau mereka yang hanya sibuk mencari nafkah. Sehingga, definisi baik atau becik pun semakin bergeser dari koordinat yang semestinya.
Entah kebetulan atau memang sudah disetting, dari dulu kita selalu disuguhi figur seperti Jono dan Lono, kemudian ada juga Bang Mandra yang katanya anak yang baik, berperangai lugu, suka menolong walaupun secara kecerdasan ditampilkan pas-pasan alias biasa saja.
Fenomena di dunia sekolah pun sering kita jumpai, anak yang rajin mencatat tidak pernah mbolos rambute klimis, anteng dan ora metakil, seringkali dibully, dimintai uang, di kadalin, diprentaih tumbas jajan, di berkicot’i bahkan di keongi.
Dari keadaan itu munculah stigma jadi orang baik itu percuma, selalu ditindas, dikadalin dan gampang dibohongin. Hal itu membuat jadi menjadi orang baik bukanlah pilihan favorit di dalam kehidupan hari ini.
Entah sampai kapan stigmatisasi negatif dari pilihan berperangai baik ini akan berakhir, kita bisa mulai dengan mengidentifikasi pembeda antara orang baik versus orang lugu. (Agus Ginanjar)