Pak Titut Menghidupkan Lagi Wayang Cumplung

Minggu 7 Mei 2023, Abah Titut bersama sejumlah seniman kenamaan Banyumas, mengadakan acara Panen Waluh (Labu). Tanaman yang ia tanam di kebun yang letaknya di belakang Balai Desa Pangebatan ini sudah saatnya untuk dipanen. Acara panen sengaja dibuat meriah, dihadiri oleh Warga masyarakat sekitar, Sanak saudara, Petani, Pak Kades, serta Pak Wabup Banyumas, Pak Sadewo.

Konsep dari acara tersebut adalah menyampaikan kegembiraan dan edukasi semangat bertani kepada masyarakat dan anak cucu sebagai bentuk ketahanan pangan. Waluh waluh yang dipanen nantinya akan langsung dijual kepasar dan sebagian akan dikeringkan, yang nantinya akan dijadikan bahan baku untuk pertunjukan seni melukis waluh di rangkaian acara berikutnya.

Unik idenya Abah Titut memang, peristiwa panen sekaligus digunakan untuk menghidupkan lagi sebuah kesenian lokal yakni Wayang Cumplung. Sekilas tentang wayang ini adalah jenis wayang yang bahan utamanya terbuat buah kelapa yang sudah tua hampir kering, kemudian dikupas, dilubangi dan diambil saripatinya, kemudian dikemas dan dirangkai seperti boneka, boneka ini disebut boneka cumplung.

Batok kelapa kosong jika sudah diberi pegangan seperti wayang dan di mainkan menjadi pertunjukan, namanya menjadi wayang cumplung yang memiliki makna orang yang tidak memiliki pikiran sehat secara moral sehingga perilakunya tidak mencerminkan nilai nilai kebijaksanaan, bahasa jawanya ora ndue utek/uteke-utek cumplung (buah kelapa tua yang isinya kosong).

Wayang cumplung sudah tidak familiar di masyarakat. Kali ini dibawakan lagi dengan format yang berbeda. Yakni yang dimainkan kali ini bukan batok kelapa kosong, melainkan wayang cumplung versi wayang orang. Abah Titut sengaja mengganti peran boneka cumplung menjadi manusia beneran yang menjadi wayang pada pementasan tersebut. Ini merupakan penampilan wayang cumplung versi wayang orang yang pertama kali ada di dunia. Bukan Abah Titut namanya kalau tidak memberikan “daya ganggu”.

Setelah pertunjukan selesai, acara dilanjut dengan tembang dan joged joged kegembiraan, minum teh serta praktek edukasi cara mbedul boled (memanen singkong). Bergulir acara medang dan ngobrol – ngobrol santai, para hadirin pun dipersilakan melihat-lihat kebun dan diperbolehkan membawa isi kebun seperti waluh, boled, bibit boled, jeruk, pare dan jambu kristal secukupnya yang ada di kebun secara gratis sebagai oleh oleh.

Indahnya berbagi dan indahnya bertani sebagai bentuk kemakmuran. Abah Titut berharap dengan adanya kegiatan hari itu, generasi muda yang hadir dapat memiliki semangat untuk mencintai pertanian. Generasi muda diberi pengalaman langsung, bahwa sebetulnya dengan bertani yang benar hidup terasa makmur dan lebih leluasa untuk berbagi.

Acara hari itu sekaligus juga sebagai seremoni peresmian dimana lahan tersebut akan dijadikan obyek riset disertasi oleh adik dari Ibu Titut. Pak Wabup Sadewo mengaku senang ikut hadir dan merasa bangga atas kiprah dan kebermanfaatan dari apa yang dikerjakan oleh abah Titut.

Pegiat Medsos Purwokerto dan Purbalingga dalam Gathering yang Nge-Blend Banget

Selasa, 28 Juni 2022 kemarin, Waroeng Juguran menginisiasi Gathering Pegiat Medsos di wilayah  Banyumas, Purbalingga dan sekitarnya. Sebagai kolaborator dari event ini terlibat juga teman-teman dari KJS Organizer. Forum berlangsung dalam suasana gayeng dan nge-blend banget, figure-figur dunia digital para admin medsos dan influencer ajur-ajer, dalam vibe kolaborasi yang begitu terasa. Sebagai bagian dari KJS Organizer saya sangat bersemangat untuk hadir lebih awal, nawaitu menambah relasi pertemanan.

Peserta yang hadir sekitar 40 orang dari berbagai wilayah terdekat, dan acara dimulai pukul 13.00 hingga senja hari. Acara dipuncaki dengan santap makan bersama sembari ngobrol santai, hingga yang tak boleh terlewatkan adalah sesi foto bersama.

Mas Irfan Bahtiar kerap disapa Irfan Bawor atau dikenal juga dengan sapaan Mas IB bertindak sebagai Narasumber. Sedangkan Mas Kukuh Prasetyo sebagai Moderator.

Beberapa hal menarik yang saya tangkap dari Tema “Membangun Personal Branding di Era Society 5.0” yang disampaikan oleh Mas IB adalah bahwa manfaatkanlah medsos sebijak mungkin dan se-cuan mungkin. Kenapa harus cuan? Karena cuan akan memberi kita semangat dan energi yang lebih, punya greget, sehingga kita tidak bermalas malasan dalam membuat konten, dan Mas IB pun berpesan agar tidak bingung hari ini mau buat konten apa, maka milikilah tabungan konten, punya 30 tabungan cukup untuk mengatasi kebingungan ide konten, begitu ungkap beliau.

Lalu point kedua adalah tentang Bagaimana caranya menghasilkan cuan dari media sosial? Caranya adalah melalui  “Branding, Marketing, dan Selling”. Branding agar kita atau produk kita diingat oleh orang lain. Marketing agar spesifikasi kita di kenal oleh orang lain, dan Selling agar orang lain belinya ke kita aja.

Dalam membangun akun Instagram, pisahkan antara akun pribadi dan akun bisnis. Akun pribadi untuk personal branding mengenai aktifitas kita sehari dan akun bisnis untuk endorsment, penyedia layanan/jasa, atau produk yang kita tawarkan ke publik. Portofolio kedua jenis akun tersebut akan saling membantu dalam membentuk branding yang kuat di mata masyarakat.

“Di Facebook, Instagram, Tiktok atau medsos lainnya orang berkerumun disana banyak sekali. Mereka berkerumun dan gratis. Lalu apa alasan kita tidak ikut nimbrung? Ada apa malah memilih menyingkir”, Mas IB memotivasi tentang betapa besar potensi utilitarian dari kerumunan digital bernama Medsos.

Setelah mendapat pencerahan, inspirasi dan vibes dari Mas IB cara pandang saya terhadap medsos jadi lebih seimbang. Kemarin itu saya hampir anti-medsos tertentu gara-gara gagal menemukan manfaat. Terlebih saya sangat antusias mencermati documenter “Social Dilema” yang benar-benar menelanjangi sisi kontraproduktif bermedsos. Sekarang saya seperti menemukan titik koordinat yang lebih netral. Dan memang sangat masuk akal sih. Bahwa untuk memanfaatkan media sosial se efektif mungkin dengan dosis yang tepat dan kalau bisa harus cuan dalam bentuk materi ataupun bentuk yang lainnya. Seperti itu, Terimakasih Kang Bawor, Terimakasih Sedulur Pegiat Medsos, Terimakasih Waroeng Juguran.

Primer-Sekunder Sekaligus

Kita perlu membangun sebuah keseimbangan circle pertemanan. Dalam sebuah postingan di public space Symbolic.id ada ulasan mengenai mastermind.

“MASTERMIND

Kalau umurmu sudah 25 tahun dan mempunyai teman yang dia bukan teman sekantor, bukan partner bisnis, bukan member club yang sama denganmu, dia itu adalah MASTERMIND.

“Burung dari jenis yang sama, akan hinggap di dahan yang sama”. Mastermind akan berkumpul hanya dan hanya jika sejumlah orang memiliki kedekatan paradigma atas hidup, goal, tujuan dan kesamaan langkah yang perlu ditempuh untuk mewujudkannya.

Biasanya berjumlah 5-6 orang atau bahkan lebih kecil cyrcle-nya. Mereka mendengarkanmu dengan akurasi empati, mereka berbicara padamu tidak menggurui tidak juga sekedar basa-basi melainkan memasang diri menjadi cermin refleksi.

Kamu boleh mempunyai seribu teman atau sejuta penggemar, tetapi jika tidak ada seorangpun mastermind, hidupmu akan sepi.

Ketika memilih istri/suami, amati betul, pastikan dia bukan hanya teman atau penggemar, tetapi dia adalah salah satu dari sedikit lingkaran kecil itu, mastermind.” (Anonim, Symbolic.id)

Saya sepakat dengan ulasan tersebut. Bahwa ada sejumlah kecil orang dari amat banyaknya teman-teman saya, yang ia memiliki kedekatan khusus karena kesaman paradigma, goal maupun pilihan langkah dalam hidup.

Memakai hukum pareto, mestinya saya menghabiskan 80% konsentrasi saya kepada sejumlah kecil teman tersebut, dan menggunakan 20% sisanya untuk sebagian besar teman-teman saya lainnya.

Mungkin akan lebih bagus begitu. Karena mastermind saya adalah orang-orang yang jauh lebih mengerti saya, apa target saya, apa yang saya butuhkan, apa saja kelemahan saya. Apa yang menjadi prioritas primer saya, apa yang menjadi prioritas sekunder saya.

Kalau boleh sedikit curhat, nih. Terus terang kebutuhan sekunder saya sudah amat terpenuhi. Yakni terlibat di komunitas Maiyah, juga mempunyai peran di komunitas sejarah di kota ini, serta ada juga teman-teman komunitas pendaki gunung. Semua itu adalah sebuah ketertarikan hidup tersendiri bagi saya.

Akan tetapi, saya ingin masukan dari pembaca sekalian, bagaimana agar PR urusan dapur domestic ekonomi saya juga tidak terbengkalai karenanya. Karena menurut saya kecukupan dan kemandiran adalah sesuatu yang primer. Ah, mungkin saya yang masih hanyut dalam euphoria berkomunitas. Atau jangan-jangan saya masih belum memprioritaskan konsentrasi kepada mastermind, masih senang grubyag-grubyug kesana kemari. Ayo rekan pembaca, mari kita bertukar pikiran tentang ini. Supaya hal yang primer dan sekunder bisa berjalan bersama-sama sekaligus.

Mengerjakan Kegembiraan Kecil

Mampu berkomunikasi secara asertif itu penting. Sehingga kita ketika membutuhkan menyampaikan pesan kepada orang lain tentang suatu maksud, hal itu dapat tersampaikan dengan baik. Kita terhindar dari miskomunikasi yang bisa saja berujung pertikaian.

Saat kita berbicara ke publik, saat itu kita berhadapan dengan banyak orang. Mereka bisa saja mempunyai respon berbeda-beda dalam menanggapi pesan yang hendak kita bawa. Maka belajar public speaking bagi pemula adalah kecakapan dasar yang pada zaman sekarang ini amatlah dibutuhkan.

Rasa takut akan kritik dan penolakan dari audiens menjadi hal yang harus di atasi oleh seorang public speaker. Mampukah kita menaklukan rasa itu? Jika kita dapat mengatasi ketakutan tersebut, maka perasaan lega dan kepercayaan diri akan meningkat, kemudian terbentuk citra diri yang lebih merdeka sebab dapat mengelola rasa takut. Lalu, bagaimana jika kita tidak dapat mengatasi rasa takut tersebut? Solusinya adalah coba dan coba lagi. Nanti jam terbang yang akan membantu kita. 

Dalam mengatasi self-doubt dan agar meraih sebuah kegembiraan kecil, kita perlu pengalaman mencipta karya atau merengkuh sebuah pencapaian. Karya demi karya dan pencapaian demi pencapaian meskipun itu adalah hal kecil, tetapi hal itu akan memantik hormon kebahagiaan. Begitupun ketika kita berhasil puas dengan pengalaman public speaking  yang kita bawakan. Kegembiraan kecil akan kita dapatkan. Lalu hal itu menjadi pendorong belajar lebih lanjut dengan riang gembira. Wah, ternyata saya bisa. 

Jer Bertumbuh Mawa Bea

Juguran Syafaat edisi 79 yang bertemakan Ekonomi Simetris adalah perjumpaan pertamaku dengan maiyah. saat itu aku duduk di belakang mengamati dunia baru di dalam kepala yang menyenangkan, aneh dan baru pertama kalinya menyaksikan forum yang menggabungkan semua komponen serta komposisisi keseimbangan antara diskusi, sholawatan, spiritual dan humor sangat efektif menyegarkan suasana.

Pada edisi berikutnya aku mencoba berangkat lebih awal agar bisa duduk di depan dan seperti biasanya di sesi awal akan ada perkenalan, perkenalan waktu itu dipandu oleh Mas Naim yang pada saat itu juga betanya padaku apa tujuan mengikuti forum ini? Kemudian Aku menjawab ingin menggali potensi akal pikiran yang ada di otakku. Jawaban itu muncul waktu menikmati nuansa diskusi yang berbeda dari biasanya dihari pertama. Sejak saat itu aku mempunyai sebuah horizon yang ingin dituju. Aku tau kalau aku mau kemana.

Edisi demi edisipun terus berlalu. Cara belajar terbaik adalah dengan bertanya atau menciptakan pertanyaan dan biarkan Tuhan melalui kebijaksanaan waktu yang akan menjawabnya. Mencari apa itu Maiyah beserta komprehensi apa saja yang ada di dalamnya tersedia sangat banyak di internet. Bagiku aplikasi Symbolic menjadi simulasi yang paling tepat sebagi wahana untuk menggali ilmu, berinteraksi dan memberi manfaat dengan cara berbagi atau saling membantu memecahkan masalah orang lain. Sehingga output-nya menjadi bangga karena telah berkontribusi dan saling menyangga.

Aku merasakan pertumbuhan diri selama di Maiyah, menemukan jawaban jawaban atas pertanyaan dan kegelisahan. Di Maiyah aku diajari untuk berfikir kritis, skeptis dan konfirmatif, agar dapat memuculkan altruisme untuk melakukan hal hal yang bermanfaat. Itulah outputnya, karena sehebat apapun ilmu akan di uji pada skala sosial. Waktu adalah alat tukar untuk mendapatkan apa yang diinginkan, itulah menurutku bea, biaya atau pengorbanan yang sesungguhnya yang rela dan gembira hati aku kerjakan di Maiyah.

Orang Baik v Orang Lugu

Apakah benar stigma bahwa orang baik itu lebih banyak dikadalin alias dibohongin?

Di indonesia dari dulu selalu krisis sosok figur yang bisa dijadikan kebanggaan. Sehingga mengakibatkan minim sekali tipe kepemimpinan yang bertajuk loyalitas merakyat, saat ini yang banyak malahan tipe pemimpin yang banyak pencitraan atau mereka yang hanya sibuk mencari nafkah. Sehingga, definisi baik atau becik pun semakin bergeser dari koordinat yang semestinya.

Entah kebetulan atau memang sudah disetting, dari dulu kita selalu disuguhi figur seperti Jono dan Lono, kemudian ada juga Bang Mandra yang katanya anak yang baik, berperangai lugu, suka menolong walaupun secara kecerdasan ditampilkan pas-pasan alias biasa saja.

Fenomena di dunia sekolah pun sering kita jumpai, anak yang rajin mencatat tidak pernah mbolos rambute klimis, anteng dan ora metakil, seringkali dibully, dimintai uang, di kadalin, diprentaih tumbas jajan, di berkicot’i bahkan di keongi.

Dari keadaan itu munculah stigma jadi orang baik itu percuma, selalu ditindas, dikadalin dan gampang dibohongin. Hal itu membuat jadi menjadi orang baik bukanlah pilihan favorit di dalam kehidupan hari ini.

Entah sampai kapan stigmatisasi negatif dari pilihan berperangai baik ini akan berakhir, kita bisa mulai dengan mengidentifikasi pembeda antara orang baik versus orang lugu. (Agus Ginanjar)