Primer-Sekunder Sekaligus

Kita perlu membangun sebuah keseimbangan circle pertemanan. Dalam sebuah postingan di public space Symbolic.id ada ulasan mengenai mastermind.

“MASTERMIND

Kalau umurmu sudah 25 tahun dan mempunyai teman yang dia bukan teman sekantor, bukan partner bisnis, bukan member club yang sama denganmu, dia itu adalah MASTERMIND.

“Burung dari jenis yang sama, akan hinggap di dahan yang sama”. Mastermind akan berkumpul hanya dan hanya jika sejumlah orang memiliki kedekatan paradigma atas hidup, goal, tujuan dan kesamaan langkah yang perlu ditempuh untuk mewujudkannya.

Biasanya berjumlah 5-6 orang atau bahkan lebih kecil cyrcle-nya. Mereka mendengarkanmu dengan akurasi empati, mereka berbicara padamu tidak menggurui tidak juga sekedar basa-basi melainkan memasang diri menjadi cermin refleksi.

Kamu boleh mempunyai seribu teman atau sejuta penggemar, tetapi jika tidak ada seorangpun mastermind, hidupmu akan sepi.

Ketika memilih istri/suami, amati betul, pastikan dia bukan hanya teman atau penggemar, tetapi dia adalah salah satu dari sedikit lingkaran kecil itu, mastermind.” (Anonim, Symbolic.id)

Saya sepakat dengan ulasan tersebut. Bahwa ada sejumlah kecil orang dari amat banyaknya teman-teman saya, yang ia memiliki kedekatan khusus karena kesaman paradigma, goal maupun pilihan langkah dalam hidup.

Memakai hukum pareto, mestinya saya menghabiskan 80% konsentrasi saya kepada sejumlah kecil teman tersebut, dan menggunakan 20% sisanya untuk sebagian besar teman-teman saya lainnya.

Mungkin akan lebih bagus begitu. Karena mastermind saya adalah orang-orang yang jauh lebih mengerti saya, apa target saya, apa yang saya butuhkan, apa saja kelemahan saya. Apa yang menjadi prioritas primer saya, apa yang menjadi prioritas sekunder saya.

Kalau boleh sedikit curhat, nih. Terus terang kebutuhan sekunder saya sudah amat terpenuhi. Yakni terlibat di komunitas Maiyah, juga mempunyai peran di komunitas sejarah di kota ini, serta ada juga teman-teman komunitas pendaki gunung. Semua itu adalah sebuah ketertarikan hidup tersendiri bagi saya.

Akan tetapi, saya ingin masukan dari pembaca sekalian, bagaimana agar PR urusan dapur domestic ekonomi saya juga tidak terbengkalai karenanya. Karena menurut saya kecukupan dan kemandiran adalah sesuatu yang primer. Ah, mungkin saya yang masih hanyut dalam euphoria berkomunitas. Atau jangan-jangan saya masih belum memprioritaskan konsentrasi kepada mastermind, masih senang grubyag-grubyug kesana kemari. Ayo rekan pembaca, mari kita bertukar pikiran tentang ini. Supaya hal yang primer dan sekunder bisa berjalan bersama-sama sekaligus.

Previous ArticleNext Article