Menjawab Keraguan Pembaca

RESENSI

Judul Buku : Menjawab Keraguan

Penulis : Yasin Fatkhur Rizqi

Penerbit : Azyan Mitra Media, tahun 2019

Jumlah Halaman : 150 lembar

“Saat Anda menjual atau meminjamkan buku pada orang lain, Anda tidak sedang menjual atau meminjamkan sekian ons tebal kertas, sekian tinta dan sekian lem. Namun Anda sedang menawarkan suatu kehidupan baru pada orang itu”
(Christopher Morley, penulis dan penyair Amerika tahun 40an).

Buku yang tipis saja. Isinya 29 esai dan 14 cerpen. Ini buku magnum opus pertama dari penulisnya, kumpulan tulisan yang memotret kisah keseharian juga kasus-kasus aktual yang saat itu ramai diberitakan media masa dengan menggunakan kacamata religi filosofi yang kental, sehingga bisa jadi tulisan-tulisan ini memiliki potensi akan Anda sukai, terutama jika Anda pengemar esai ala Gus Mus (Mustofa Bisri), Cak Nun (Emha Ainun Nadjib), atau Kang Jalal (Jalaluddin Rahmat) di tahun 80 – 90an.

Keseluruhan tulisan dibuku ini tidak sepenuhnya baru. Anda yang mengenal penulisnya lewat jejaring pertemanan di dunia maya akan mahfum bahwa beberapa isi di buku ini diambil dari status lama laman facebooknya.

Esai pembuka berjudul Muhammad (hal. 3). Disini penulis mencoba memberi wawasan atau insight pada pembaca dengan pertanyaan keimanan; “adakah jaminan jika kita sejaman dengan para nabi dan rasul, kita akan mempercayai mereka sebagai mereka sebagai utusan Tuhan?”, insight yang sama ada di Fathul Nusantara (hal. 13); “jauh sebelum para nabi datang dengan kitab sucinya, bagaimana cara manusia beriman dan memahami ayat-ayat Tuhan?”

Esai menarik lain berjudul Re(solusi) (hal. 32); “betapa banyak konsep melangit telah lahir, tapi berujung di brangkas laci museum yang entah kapan dieksekusi. Entah karena terlalu banyak rencana, atau karena tidak bisa mengukur kemampuan”. Memang benar jika ada yang mengatakan bahwa keinginan dan angan-angan manusia itu amat tinggi, tapi dibatasi oleh umur. Saya, yang manusia bukan kukang atau kura-kura Galapagos, memahami benar hal itu. Keinginan yang membumbung mendobrak atap asbes rumah, tapi akibat terlalu banyak mengkonsumsi senyawa kimia buatan sejak orok, tubuh jadi gampang letih dan sakit.

Esai pamungkas yang juga menjadi judul buku ini, Menjawab Keraguan (hal. 71) tentang hakikat waktu dan identitas sejati bukan sekedar simbol dan topeng; “dunia dan segala isinya seba mungkin. Satu-satunya yang pasti dalam hidup di dunia hanya kematian. Karena mati ini yang pasti, tiap saat yang tersisa inilah kita perlu serius mengisinya. Jangan terlalu lama hidup dalam bayang-bayang ide, apalagi keterjajahan menjalani bayang-bayang orang lain”.

Kesemua tulisan yang diusung dalam buku ini sengaja dikemas secara renyah dan enteng agar pembaca dapat menangkap nilai-nilai yang ada didalamnya secara mudah. Format tulisannya pendek-pendek dan beberapa mengambil kasus-kasus aktual yang saat itu ramai diberitakan media masa, sehingga walau subyektif, pembaca yang mengetahui kasus tersebut bisa mencernanya secara kontekstual.

Melalui tulisan-tulisannya, penulis buku juga tidak bermaksud menggurui dengan menceramahi pembaca dengan taktik-taktik atau tips-tips “how to” layaknya buku motivasi atau buku panduan praktis. Penulis buku lebih suka mengajak pembaca untuk ikut larut dan menyelami nilai-nilai pengalaman, kemudian mengeksplorasi rasa yang muncul didalamnya. Jadi, buku ini bukan menyuguhkan “tips siap saji”, tapi mengajak Anda merenung, mengeksplorasi, dan akhirnya menemukan sendiri ide-ide akar penyebab yang bisa menggerakan pembacanya, sehingga bisa menjadi influence cespleng jika Anda merasakan dan mengalami kejadian serupa dengan penulisnya.

Karena formatnya inilah, selesai membaca, bisa jadi si penulis berharap Anda bukannya mendapat ketentraman dan kenyamanan intelektual. Justru sebaliknya, bingung dan resah kemudian terbangun dari mimpi zona nyaman, tergerak mengisi keraguan-keraguan yang Anda temui mencari-cari terus menerus solusi jawaban. [DAP]

Previous ArticleNext Article