Hakekat takwa adalah ‘waspada’, sedangkan tawakal memiliki makna ‘mewakilkan’. Dalam proses menapaki lika-liku jalan hidup, ada banyak hal yang bisa kita akali (tentu dengan pertimbangan ridho dan murka Tuhan).
Andai kita memutuskan A, kira-kira Tuhan ridho nggak, ya? Andai yang diputuskan rencana B, jangan-jangan Tuhan malah murka. Waspada atau takwa itu ‘Top down’ ; Kuasa langit ditautkan ke bumi manusia.
Janji ‘solusi’ dan ‘rizki tak terduga’ akan dikucurkan kepada siapa saja yang mau dan sungguh-sungguh menjadikan Tuhan sebagai landas pijak manusia dalam setiap ayunan langkah kaki kehidupan.
Beberapa hal bisa kita pantau dengan ilmu dan akal manusia, namun sebagian yang lain teramat susah untuk kita ilmui atau akali. Helm, pengetahuan tata-tertib lalu lintas, dan ‘safety riding’ bisa kita kuasai, hanya saja pengendara lain yang mungkin ugal-ugalan atau ngantuk dan secara tak terduga nyenggol bodi motor kita adalah satu variabel yang tidak bisa kita prediksi atau di luar nalar.
Untuk sesuatu yang tidak bisa kita jangkau dengan nalar, kita wakilkan (tawakal) pada Tuhan. Oleh sebab itu doa sebelum kita bepergian berbunyi ” Bismillahi tawakkaltu ‘alallah la hawla wala quwwata illa billah”. Tawakal itu ‘bottom up’ ; Dari bumi manusia dipancarkan menuju Kuasa Langit.
Berjalan senantiasa dalam alur dan panduan-Nya serta ditempatkan pada situasi dan kondisi yang dicita-citakan merupakan janji Tuhan bagi hamba-hamba yang ber-tawakal. (Febri Patmoko)