Disebuah perjalanan dari Purwokerto ke Tegal, didalam sebuah bus yang berjalan dan semua penumpang duduk terdiam. Bahkan ada yang sampai tertidur pulas meskipun diam dirinya tetap sedang melakukan perjalanan panjang menuju tempat tujuan. Diamnya adalah sebuah perjalanan dan perjalanannya adalah diam. Tak beberapa lama setelah melewati beberapa kota, beberapa pedagang asongan datang menarwarkan jajanan, minuman, rokok, dsb. Salah satu pedagang tersebut berkata “Mendoan lontong, untuk bekal ditengah perjalanan” disusul dengan suara pedagang lainnya “Getuk-getuk untuk bekal perjalanan, barangkali ditengah perjalanan anda jenuh, kelaparan, dan bosan, getuk bisa jadi cemilan untuk mencegah kebosanan” bermacam-macam pedagang asongan datang lalu pergi, terus berganti dengan dagangan yang berbeda-beda. Beberapa penumpang membelinya untuk perbekalan semasa perjalanan panjang, beberapa lagi ada yang cuek, tertidur dan membawa perbekalan sendiri.
Para pedagang asongan tersebut begitu semangat dalam menawarkan barang dagangan, mereka tak hanya menwarakan dagangan, tetapi disetiap jualan mereka yang laku, bukan hanya ucapan terimakasih terucap dari mulut mereka, tetapi doa-doa ikut dipanjatkan. Sekiranya begini kata salah satu seorang pedagang asongan “Terimakasih untuk saudara-saudara yang sudah membeli, kami harap perjalanan anda menyenagkan dan selamat sampai tujuan” begitu kagumnya aku melihat itu, kesadaran mereka akan rasa syukur benar-benar terasa, mereka tidak hanya menikmatinya dari uang yang mereka dapatkan, tetapi mereka menikmatinya dengan rasa syukur yang mendalam sehingga ada doa disetiap dagangan mereka. Doa-doa yang dipanjatkan dengan rasa percaya sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan.
Bus terus berjalan hingga memasuki arah Prupuk, seorang anak punk membawa kencrung dan gendang dari pipa paralon masuk kedalam bus yang berhenti ditengah kemacetan. Kulihat mereka mengamen dengan lagu-lagu yang biasa dinyanyikan orang-orang, aku hanya mengabaikannya dan kembali memejamkan mata. Namun setelah mereka selesai menyanyikan lagu pertama, tak kusangka lagu keduanya adalah sholawat. Anak-anak punk itu menyanyikan sholawat dengan nada yang berbeda khas pengamen jalanan, dipadu bebunyian kencrung dan gendang paralon, aku rasa sholawat selalu terasa mendamaikan jika diiringi dengan alat musik apapun. Mendengar para pengamen jalanan itu tiba-tiba aku mulai bertanya-tanya “apakah benar Rosulullah selalu memperhatikan umat-unatnya yang bersholawat kepadanya?” pertanyaan itu terus-terusan muncul dalam kepalakuku sampai-sampai membuat aku terus memperhatikan anak-anak punk yang menyanyikan sholawat itu, tak lama kemuadian mereka keliling untuk meminta sedikit rezeki dari para penumpang namun tiba-tiba seorang Ibu-ibu menyutik punggung salah satu dari mereka dan berkata “mau kamu nyanyi lagi? nanti aku bayar” aku terkaget mendengar itu
“mau, bu nyayi apa?” jawab anak punk tersebut
“apa saja terserah nih uangnya” sambil memberikan selembaran uang 20rbu kepadanya
Anak punk tersebut langsung kegirangan dan langsung berteriakn kepada para temannya “wey nko sit aja metu bis, disawer ibune keh gon nyayi maning”
Medengarnya aku terus terdiam, merenung, merenung sampai pada renunganku yang terdalam. Kutemukan jika Rosulullah benar-benar selalu memperhatikan umatnya yang bersholawat kepadanya, bukan sebuah kebetulan jika tiba-tiba anak punk yang mengamen tersebut bisa mendapat rezeki mendadak melalui seorang Ibu-ibu, pastilah ada peran Tuhan disitu, pastilah Tuhan akan membahagiakan orang-orang yang mencintai dan mengingat kekasih-Nya. Agaknya sholawat yang lantunkan memberi berkah bagi para penumpang dan yang menyanyikan untuk saling berbagi, mengasihi, mengamankan dalam satu perjalanan.
Rosulullah benar-benar selalu memperhatikan umatnya bahakan salah satu riwayat mengatakan jika Rosulullah pernah bersedih ketika sedang berkumpul dengan para sahabat,
“apa yang membuatmu bersedih ya Rosulluah?” tanya seorang sahabat
“Aku sedang merindukan sahabat-sahabatku” jawab Rosulullah
“Bukankah kami sahabatmu sedang berkumpul bersamamu ya Rosulluah?” tanya seorang sahabat kebingungan
“Bukan kalian yang aku maksudkan” kata Rosulullah lirih
“Lantas siapa jika bukan kami Ya Rosul” Sahabat semakin heran mempertanyakan
“Mereka adalah yang belum pernah melihatku tetapi mereka beriman denganku dan mereka mencintai aku melebihi anak dan orang tua mereka. Mereka itu adalah saudara-saudaraku dan mereka bersama denganku. Beruntunglah mereka yang melihatku dan beriman kepadaku dan beruntung juga mereka yang beriman kepadaku sedangkan mereka tidak pernah melihatku.”
Ya Allah, begitu besar cinta Rosulullah kepada umatnya bahkan dia memperhatikan umatnya yang belum dilahirkan . Aku yakin setiap Nabi memiliki doa yang mustajab, dan setiap yang mencintai Rosullah pastilah selalu didoakan olehnya, tidak ada yang bisa dekat dengan Tuhan sebelum dekat dengan Kekasihnya al-Mustofa, bagaimana doa, impian, harapan, keinginan, cita-cita terkabulkan. Kekasih Tuhan selalu memperhatikanmu, tetapi kamu tak sadar akan hal itu.
Lalu pertanyaan lain muncul dari kepalaku “Jika Rasulullah bisa mencintai umatnya yang belum dilahirkan, apakan umatnya di zaman ini juga bisa mencintai Rosulullah yang telah lama meninggal dunia?”
Sebagaimana yang dituliskan Mbah Nun dalam Daur I-92
“Tidak penting masa depan, masa kini atau masa silam. Itu masalah teknis. Itu hal yang sangat mudah bagi-Ku, kata Tuhan. Cinta dan kerinduan sejati merangkum sebesar apapun ruang dan seluas apapun waktu. Menyatukan semua yang bercinta di satu titik tajalli….”
Dari sini Ruang dan waktu tak jadi masalah untuk salaing mencintai. Cinta menyatukan umat manusia tanpa ada batasan ruang dan waktu, cinta menyatukan dan mempertemukan manusia dalam satu titik tajali. Ialah yang menjadikan cinta tak terbatas dan mampu menembus batas-batas. Melalui getaran dan frekuensinya, cinta mengubungkan hati seluruh umat manusia dalam satu titik pusat Ilahi, dan Muhmammad adalah pintu gerbang utama, dialah perantara untuk engkau bisa sampai kepada pusat cinta, ialah yang akan menghantarkanmu pada-Nya, ia yang diutus sebagai rahmat sekian alam, mengasihi seluruh mahluk di alam semesta dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Siapapun yang mencintainya dan bersholawat padanya, dia akan mencintainya dan menjadikannya sebagian dari umatnya. Dialah Muhammad yang mampu menempuh batas ruang waktu, cahayanya bersinar kepenjuru alam semesta, itulah sebabnya tidak mustahil bagi seseorang untuk mencintainya meskipun Baginda Muhammad telah lama meninggal dunia. Cinta Muhammad tetap ada mehubungkan hati meskipun berbeda dimensi, cahayanya tetap ada menyinari hati manusia dari zaman ke zaman. Muhammad tidak pernah mati, ia tetap hidup meskipun tidak secara jasmani, tubuhnya telah bertrasformasi ke dalam wujud-wujud yang lebih lembut dan hakiki. Muhammad selalu ada dan memperhatikan umat-umatnya maka bersholawatlah kepadanya, agar dia memberikan syafaatnya kepadamu.
Tak beberapa lama kemudian akhirnya bus sampai disekitaran Margasari perasaanku kembali bersedih melihat seorang pedagangan asongan terduduk lelah dengan wajah lesu karena dagangannya tidak laku. Ia kelelahan, duduk dikursi penumpang dengan mata terpejam menikmati hilirnya kehidupan, membawa sekeranjang gorengan dan lontong untuk dijual kepada para penumpang, telihat begitu lelahnya dirinya, aku benar-benar tak tega melihatnya, apakah dia benar-benar bisa memenuhi kebutuhannya jika hanya berjualan gorengan saja?. Ya Allah.. Aku lihat nasib orang-orang berpaku harapan pada-Mu mereka mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan anak dan keluarganya dengan susah payah, menaiki berbagai macam bus setiap harinya untuk menjual gorengan. Pikiranku mulai membayangkan kepada semua pedagang asongan yang datang dan pergi satu persatu sewaktu perjalanan dari Purwokerto ke Tegal. Batinku teriak “Bagaimana mereka bisa memenuhi kebutuhan mereka jika hasil dari dagangannya hanya tak seberapa? Itupun mereka hanya memiliki keuntungan yang sedikit? Aku tak bisa membayangkannya jika mereka hanya mencukupi untuk makan saja, Ya Allah” namun tiba-tiba seseorang tak dikenal tak sengaja menyenggol kepalaku dari belakang membuat kepalaku mulai searching ayat Qur’an, kutemukan
تُوْلِجُ الَّيْلَ فِى النَّهَا رِ وَتُوْلِجُ النَّهَا رَ فِى الَّيْلِ وَتُخْرِجُ الْحَـيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَـيِّ وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَآءُ بِغَيْرِ حِسَا بٍ
tuulijul-laila fin-nahaari wa tuulijun-nahaaro fil-laili wa tukhrijul-hayya minal-mayyiti wa tukhrijul-mayyita minal-hayyi wa tarzuqu man tasyaaa`u bighoiri hisaab
“Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Dan Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau berikan rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa perhitungan.” (QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 27)
Mesin pencarian dalam kepalaku aku hentikan segera, kesedihanku terbayar rasa bahagia tetapi hati ini terus berucap Isyfa’lana Ya Rosulullah sampai-sampai aku tak sadar ternyata telah sampai ke Tegal.
Rizki Eka Kurniawan
Purwokerto. Senen, 13 Januari 2020
https://www.caknun.com/2017/muhammad-hadir-kembali/
https://www.caknun.com/2016/menshalawati-muhammad-yang-belum-lahir/