Mukadimah Juguran Syafaat Februari 2020
Selain dibekali naluri untuk bertahap hidup, manusia juga di dalam dirinya dibekali naluri untuk diterima oleh sesamanya. Oleh karenanya manusia memiliki dorongan untuk senantiasa dapat ikut memberi. Dengan memberi, ia ‘membeli’ penerimaan diri dari sekelilingnya.
Terlebih sebagai umat beragama, kegiatan memberi adalah sebuah hal baik yang mengandung privilege berupa pahala. Semakin meningkat pemberian, semakin bertambah pula pahalanya. Pun demikian dari sisi psikologis, seseorang merasa bahagia sebab meraih kepuasan batin setelah ia memicu diri dengan pengalaman ikut berkontribusi. Oleh karenanya, dorongan ikut berkontribusi yang justru ditahan-tahan oleh diri sendiri seringkali malahan membuat batin gelisah.
Bagi kita dengan rezeki berlebih, persoalan memberi tak butuh menghitung-hitung prioritas dari ketiga jenis dorongan di atas. Ketika salah memberi, harta masih tersisa inih. Akan tetapi, bagi kita yang dana sosial rutinnya hanya pas-pasan, harus berhitung cermat agar setiap pemberian kita efektif. Berguna untuk memenuhi dorongan naluriah, mendatangkan pahala sekaligus menciptakan kebahagiaan. Sayangkan apabila dana yang pas-pasan itu habis jadi pahala, tetapi tidak berdampak pada penerimaan diri. Atau menghasilkan penerimaan diri tetapi gagal melahirkan kepuasan batin misalnya.
Karena sedekah memang adalah persoalan kepekaan melihat siapa-siapa yang butuh untuk dibantu. Jangan-jangan disekeliling kita yang paling butuh untuk dibantu adalah diri kita sendiri.