Menyeimbangkan Kembali Cara Pandang pada Pandemi

Sudah bulan ke-tujuh pandemi ini belangsung mengguncang peradaban umat manusia, ekonomi, dan aktifitas ruang lingkup kehidupannya. Ketika melihat kembali fenomena yang terjadi saat ini, Pengamatan saya di awal pandemi dimulai dari mematuhi arahan dari pemerintah, hingga bersama-sama teman-teman komunitas berupaya mengerjakan apa yang saat ini bisa untuk bertahan dan mengambil pelajaran dari fenomena seperti ini.

Banyak sudut pandang berdatangan dari berbagai arah yang menuntut otak saya untuk berpikir dan kemudian menganalisa informasi yang masuk. Dalam proses menganalisa tersebut pada bahasan diskusi Selasaan lalu kami mendiskusikan tentang tiga cara pandang: Magis (Teosentris), Naif (Antroposentris) dan Kritis (Berpikir Sebab-Akibat).

Cara pandang naif dalam melihat realitas seperti pandemi saat ini biasanya dia akan berpikir biasa-biasa saja disekitar lingkungan saya tidak terjadi apa-apa. Yang penting selalu gembira dan optimis. Jangan terlalu banyak membaca berita buruk. Agar imunitas tubuh tidak menurun. Naif di sini bukan dalam definisi ‘sok suci’ ya, tetapi sebuah cara pandang yang menitikberatkan pada motivasi diri.

Kemudian cara pandang magis, kategori cara berpikir magis selalu mengkaitkan relaitas apapun yang terjadi dengan selalu ada peranan Tuhan didalamnya (teosentris). Pandemi ini secara magis dapat dimaknai sebagai teguran dari Tuhan karena keserakahan manusia.

Dan yang ketiga adalah cara pandang kritis. Kritis disini bukan dalam artian suka mengkritisi keadaan. Melainkan memandang segala sesuatu sebagai peristiwa sebab-akibat. Sains-minded. Cara pandang kritis menggiring pada pertanyaan-pertanyaan, misalnya apa saja sih yang sudah dilakukan selama 7 bulan ini yang menjadi pelajaran bermanfaat bagi kemajuan diri? Bagaimana antisipasi manajemen kesehatan ke depan dan antisipasi terhadap resesi?

Ketiga Kategori cara pandang itu harus di terapkan secara seimbang, proporsional. Agar di dalam menghadapi keadaan kita tidak menjadi gegabah atau sebaliknya menjadi nglentruk. (Agus Ginanjar)

Previous ArticleNext Article