Gado-Gado Juguran Syafaat


Catatan Selasaan edisi 23 Desember 2020

Gado-gado dikenal sebagai makanan khas Betawi. Makanan yang termasuk jenis salad ini memiliki pembeda pada saus dressing-nya, yakni menggunakan asian peanut, bumbu kacang. Tidak seperti kebanyakan salad yang banyak melibatkan mayones di dalamnya.

Gado-gado terdiri dari sayuran hijau seperti selada, kubis, bunga kol, kacang panjang dan taoge. Sering juga ditambahkan dengan sayuran lain yakni pare dan mentimun. Di dalam gado-gado juga terdapat kentang rebus, telur rebus, tempe dan tahu serta kadang-kadang terdapat pula jagung pipil. Kapan Anda terakhir makan gado-gado?

Dengan analogi gado-gado di atas saya ingin mengajak pembaca sekalian untuk mengenali Juguran Syafaat bukan hanya sebatas ke-khas-anannya sebagai forum diskusi yang ruhani minded. Namun, bahwa di dalam Juguran Syafaat tersusun oleh social cyrcle yang begitu kompositif.

Dengan analogi gado-gado pula, saya ingin mengajak pembaca sekalian mengganti obyek bahasan tentang keberagaman yang selama ini disetir hanya untuk membahas Islam dan minoritas, Pribumi dan Chinese, dll. Padahal, keberagaman profesi, kepakaran, konsentrasi keilmuan dari masing-masing nama di kontak ponsel kita, hal itu lebih menarik untuk dikulik, digali dan kemudian disambung-sambungkan.

***

Forum dapur penggiat Juguran Syafaat di penghujung tahun sengaja mengambil tempat berbeda, supaya bisa refresh sekaligus nyicil-nyicil merefleksi perjalanan setahun 2020 ini. Di Desa Wisata Karang Salam, Baturraden (23/12/2020) sejumlah penggiat berkumpul. Tepatnya di Kedai milik Pak Asong, salah seorang pegiat Desa Wisata di sana.

Forum dibuka dengan Hilmy ngudarasa kepada Pak Asong. Memang sebagai pamong desa ia berkeinginan keras bagaimana agar di desanya ada sesuatu yang dapat to attract perhatian publik. Pak Asong pun dengan antusias ber-sharing tentang serba-serbi Desa Wisata. Yang dapat  berkelanjutan adalah yang melibatkan komponen organik lokal, dan yang sudah bisa ditengarai pendek umur adalah yang hanya latah belaka.

Menurut Pak Asong, potensi agro di suatu desa adalah sesuatu yang masih bagus dibangun sebagai sebuah attraction. Tidak latah membangun agrowisata. Hilmy dengan tim-nya di Desa saat ini sedang menyiapkan infrastruktur IT Data Desa. Ini sesuai dengan challenge dari Pak Toto Raharjo ketika singgah di sana dahulu: membangun Datakrasi Desa. Nantinya sektor agro menjadi bagian yang signifikan akan terdongkrak pula.

Hadir juga di forum yang berlangsung sore hingga malam hari itu yakni Hirdan. Penggiat Juguran Syafaat yang ikut mewarnai suasana dengan petikan gitarnya. Ia sehari-hari adalah pelaku usaha di bidang agro. Efek dari pandemi membuat ia all out men-cemplung-kan diri pada perdagangan komoditas telur ayam. Dari yang awalnya hanya belasan peti telur ia jual, kini sudah nampak growth penjualannya hingga ratusan peti tiap bulan. Selain sudah mengerjakan retensi penjualan, yang mahal ia dapatkan adalah jejearing yang makin luas di komunalitas rantai nilai perdagangan telur ayam, toko grosiran, agen, peternak pemilik kendang, asosiasi wilayah, dll. yang harus terus menerus dijaga keberlangsungannya secara jangka panjang.

Kemudian Febri dan Anjar, keduanya sama-sama pelaku di bisnis retail. Meskipun petang hari itu tidak banyak berkisah tentang Penggiat Updates atas kahanan keseharian terkini mereka. Tetapi kesah Febri cukup terrefleksikan dari perjalanan hidup seorang Sosrokartono yang ia ceritakan panjang dan lebar kala itu. Bagaimana Beliau menjalani hidup dengan prestasi dan kegundahan yang silih berganti, pencarian peran diri di dalam hidup yang tak pernah berhenti.  Betapa gundahnya menelaah apa yang sebenarnya sedang terjadi di bisnis retail akibat sistem dagang yang begitu kapitalistik yang hari ini berlangsung.

***

Orang-orang dengan gulawentah yang begitu beragam sehari-hari masih sempat menyisakan waktu untuk berpikir mendekonstruksi dan mendiskusikan berbagai elaborasi itu kan sebetulnya sesuatu yang kontras. Namun seringkali kontras itu tidak terlihat jelas, sebab pada sebuah kumpulan yang dilihat hanya backdrop dan taglinenya saja, tidak melihat kentang rebus dan mentimun sepertihalnya pada gado-gado. Padahal masing-masing dari sayuran itu sebetulnya bisa kok disambungkan dengan bahan masakan lain sehingga tercipta makanan yang berbeda.

Kita bergeser 20 KM ke arah selatan, tepatnya di Desa Pangebatan. Seperti pada kabar sebelumnya, Pak Titut baru saja mendirikan gubug belajar bagi anak-anak, “Gubug Sawah Cowong Sewu”. Seorang ahli kebun yang mencoba hidup dengan “nyeni” ini memang membuat gado-gado Juguran Syafaat makin buket dan lezat rasanya. Kalau ditelusuri lebih jauh, “anak-anak asuh” Pak Titut ini banyak dan beragam, saudaranya ada di lintas kalangan, lintas komunitas. Gubug yang menurut saya tidak ada mewah-mewahnya itu saja yang meresmikan tidak tanggung-tanggung, Wakil Bupati.

Yang baru saja merilis karya ada M. Faisal, sebuah album musik bertajuk “Hymne Kehancuran”. Meskipun alirannya ‘bawah tanah’ tetapi tetap ada Allah dan Kanjeng Nabi disematkan di cover albumnya. Kemudian yang sedang merilis karya berikutnya yakni Mas Agus Sukoco, saat ini sedang pre-launcing novel “Lahir Kembali”. Melalui Novel ini, Mas Agus ingin nilai-nilai Maiyah mengalir lebih luas, utamanya untuk aplikasi self-empowerment bagi generasi muda.

Ketika saya sedang menyelesaikan tulisan ini, saya juga sedang ber-whatsapp dengan Pak Yusro. Seorang politisi senior Purbalingga yang selalu ngemong kita semua, yang memilih mandito menjadi Kepala Madrasah Aliyah (MA) El Qosimi di Purbalingga. MA ini adalah bagian dari Ponpes An-Nahl Asuhan Abah Fitron Ali Sofyan, salah satu pusaran lingkaran Jamaah Maiyah sedari sebelum forum Juguran Syafaat lahir.

Pusaran lainnya di dalam cyrcle Jamaah Maiyah Banyumas-Purbalingga adalah Majelis Kemis Pahing yang diinisiasi oleh Abah Jumad. Jadi selain kita mempunyai forum bulanan, juga ada forum selapanan setiap Rabu Legi malam Kemis Pahing. Kabar dariAbah Jumad, Ia sedang menanam 1.300 tanaman jahe merah. Dalam cyrcle bisnis jahe merah ini, ada juga Kang Amin yang dari hikmah pandemi ia merilis produk minuman serbuk jahe merah siap seduh.

Sohib kentalnya Abah Jumad yakni Kang Wanto. Kerap tampil di Juguran Syafaat dengan alunan sulingnya. Ia sedang menekuni budidaya Burung Murai. Lalu ada Kang Barno yang khas dengan blangkon dan kain luriknya. Ia bukan budayawan meskipun penampilannya seperti itu, tetapi ia adalah seorang penggerak koperasi yang saat ini sedang mengembangkan produk air minum alkali. Saat ini ia amat getol menggiatkan jejaring resellernya, nampak amat berbakat di dalam membekali reseller dengan trik dan tips marketing.

***

Karena tulisan ini nampaknya sudah terlalu panjang, kita kembali ke Kedai Pak Asong di Desa Wisata Karang Salam lagi saja. Tidak terasa sudah berjam-jam duduk-duduk di sana. Saya tidak jog kopi, tetapi menambah memesan air putih panas dan pisang goreng saja. Menemani refresh dan relaks sambil menikmati gemerlap kota Purwokerto dari ketinggian yang terlihat penuh lampu-lampu. “Wah, kalau Purbalingga dilihat dari atas ya paling yang terlihat cuma lampu Toko ABC, Toko Harum dan alun-alun. Haha”, Febri berkelakar memamerkan kerendah-dirinya.

“Ini harusnya kita sudah nyicil bikin audio-podcast ini”, ujar Hilmy. Melihat begitu banyaknya unsur penyusun gado-gado yang membuat tulisan ini terasa kepanjangan, saya sih setuju saja itu, nantinya bisa dicicil edisi per edisi, dijadikan program baru Juguran Syafaat di 2021.

Previous ArticleNext Article