“Saya tinggal merantau di Riau, mumpung sedang pulang kampung, saya ingin sekali berjumpa dengan Mbah Nun”, tutur seorang Jamaah di Juguran Syafaat malam hari itu. Pria berpenampilan desa nglesa ini mengaku sudah mengenal Mbah Nun selama lima tahun, mengikuti di Youtube.
Berbekal menyimak dari Youtube sekian lama, ia terdorong untuk bertemu muwajahah dengan Mbah Nun. Ketika saya tanya, ia mengaku belum sekalipun ia pernah berjumpa dengan Mbah Nun sebelumnya.
Tinggal di perantauan, di tengah tradisi hidup yang berbeda ia mengaku merasa tertemani oleh adanya Maiyah. Ditambah tuntutan pekerjaan yang demikian tinggi, njarem-njarem psikologis acapkali datang dan mesti menjadi sesuatu yang harus dicarikan obatnya.
Mbah Nun di setiap Maiyahan tidak pernah jemu untuk membesarkan hati orang-orang. Pria ini menjadi salah satu yang merasa acap kali dibesarkan hatinya oleh Simbah melalui Youtube yang ia simak.
Kepada siapa saja memang Mbah Nun tidak menceramahi atau menggurui. Melainkan yang dikerjakan Mbah Nun adalah menemani dengan membesarkan hatinya orang-orang. Dari begitu kayanya cara-cara yang dikerjakan Mbah Nun dalam menjawab dan merespons persoalan orang-orang, Nasihat Mbah Nun kalau dirangkum dalam satu kata menjadi “Sing gedhe atimu terus”.
Di Juguran Syafaat malam hari itu, keinginan pria berjenggot berselendang sarung itu bertemu Mbah Nun belum terwujud. Meskipun begitu, ia tetap mengikuti acara Maiyahan malam hari itu hingga selesai.[] Rizky D. Rahmawan