Mukadimah Juguran Syafaat edisi Januari 2019
Siapa sebetulnya yang pertama kali mengajarkan pada generasi ini bahwa hidup haruslah mencapai sukses? Siapa pula yang memberi aturan main bahwa untuk mencapai sukses maka jalan yang harus kita tempuh adalah jalan bernama kompetisi?
Ketika orang berbondong-bondong ingin mencapai tujuan yang sama dengan cara yang sama maka situasi persaingan memang menjadi tidak terelakkan adanya. Itu mungkin mengapa mereka yang memilih menjadi berbeda kemudian mendapat predikat istimewa. Sebab memang sukses dan kompetisi itu sudah sedemikian bakunya, sudah seperti agama saja, betapa beratnya keluar dari dua pakem itu.
Perjuangan kini tidak lagi harus mengangkat senjata tetapi kamu berani memilih Be Different! saja, maka orang banyak sudah akan mempahlawankanmu sedemikian rupa. Setidaknya puja-puji itu muncul karena memang di saat seseorang memilih jalan yang berbeda, ia sudah mengurangi slot sukses, mengurai kepadatan populasi kompetisi.
Stigma bahwa memilih jalan yang berbeda dari mainstream berarti menjauhi sukses bahkan sudah kita cecap itu sendiri. Mengikuti jalan hidup tetangga yang sudah meraih sukses, men-copy nya mentah-mentah itu lebih kita anggap ber-jaminan, ketimbang menyusun merumuskan resolusi kita sendiri.
Sehingga semakin tahun, orang semakin enggan menyusun merumuskan resolusi. “Ah! Paling tidak terwujud!”. Lebih baik tahun yang baru disambut dengan hal-hal yang menyenangkan saja. Yang ringan-ringan saja. Kembang api lebih berfaedah. Kemudian, pada saat sedang enggan-enggannya menyusun resolusi awal tahun. Tiba-tiba datang challenge dari para orang-orang tua: “Cobalah kamu susun sebuah resolusi, yang ujung targetnya nanti bukan Sukses!”. Wah, bagaimana pula itu?