Perjalanan hidup Mbah Nun sejak era 70an hingga hari ini dalam konteks sosial masyarakat selalu dalam posisi menjadi tempat curhat, menjadi tempat sesambatan segala persoalan yang dihadapi masyarakat. Berbagai lapisan masyarakat datang silih berganti membawa masalah-masalah hidup yang mereka alami. Mbah Nun mengibaratkan hidupnya berfungsi seperti keranjang sampah. Secara khusus esai-esai beliau mengenai itu dibukukan oleh Zaituna pada tahun 1998 dengan judul “Keranjang Sampah”.
Masyarakat membawa segala persoalan hidup mulai dari hal-hal kecil pribadi seperti bagaimana mengatasi anak mereka yang nakal, atau minta didoakan keluarga mereka yang sakit. Meluas lagi seperti disambati pengurus masjid yang memerlukan biaya pembangunan masjidnya. Dan masalah-masalah yang dibawa pun akhirnya sampai pada skala tidak hanya RT/RW, Kotamadya/Kabupaten/Propinsi, tapi sampai pada level negara bahkan internasional. Semua dibawa kepada Mbah Nun dengan harapan diberikan sebuah solusi. Di antara problem sosial dalam skala nasional yang disambati kepada Mbah Nun untuk memberikan solusi seperti masalah Kedungombo, Konflik Sampit, Penyerbuan Majene, Bentrok Tulang Bawang, Bentrok Muntilan, Lumpur Sidoarjo, dll.
Nah teman-teman, memasuki tahun 2018 ke depan, melalui caknun.com kita akan sinau kepada Mbah Nun bagaimana beliau melayani problematika sosial yang disambati masyarakat itu. Supaya kita bisa sama-sama belajar bagaimana posisi dan sikap Mbah Nun dalam memberikan solusi sosial. Belajar menjadi manusia yang melayani walau apapun identitas yang disematkan kepadanya.
Sumber: https://www.caknun.com/2017/memenuhi-sesambatan-masyarakat-belajar-kepada-mbah-nun/