Juguran Syafaat Januari 2017
“Ibarat mengail di air keruh”, kalimat yang awalnya diciptakan sebagai peribahasa, kini justru beralih dimanfaatkan menjadi panduan simulasi dan operasi sosial yang dilakukan oleh agen-agen sindikasi global. Menciptakan kekeruhan di tengah-tengah masyarakat dengan membiarkan menggelontornya isu tertentu, hal itu justru menjadi keuntungan tersendiri bagi mereka, membuat agenda-agenda mengail mereka lebih mulus, minim dari hambatan.
Semakin njarem suasana batin masyarakat, semakin gegap dalam senyap mereka bergerak menunaikan apa yang menjadi misi. Gelontoran isu yang memicu terpeliharanya konflik-konflik horisontal yang tak kunjung meredam saja sudah cukup membuat hati masyarakat meradang. Masih ditambah lagi dengan deraan fluktuasi biaya-biaya yang muncul sebagai surprise-surprise setiap saat. Sempurnalah kesengsaraan pion-pion anak negeri ini, yang kian hari kian bingung mengambil peran dan posisi di tanahnya sendiri.
Dengan gambaran sesengsara itu, seharusnya bangsa ini sudah bergelimang bangkai-bangkai jiwa putus asa. Akan tetapi, ternyata tidak. Organisme-organisme masa depan yang masih tumbuh dalam demplot-demplot dederan masih tetap setia merengkuh optimisme. Mereka datang dan berkumpul tidak sedang menghindari kesengsaraan. Mereka berkumpul justru untuk mewacanakan kesengsaraan, kemudian membuat simulasi-simulasinya, hingga lantas dengan susah-payah dan peluh-perih mereka mengerjakan dan mengalami apa yang oleh orang banyak itu dinamakan kesengsaraan.
Semua itu dijalani sebagai bagian dari kurikulum ‘diklat’ dunia yang mau tidak mau harus mereka tempuh dan selesaikan. Kalau tidak karena sudah mengalami akhirat di dunia saat ini, dari manalah lagi daya yang membuat mereka kuat dan masih tetap saja bertahan dalam integritasnya. [] RedJS