Menuju Zero Traffic Jam

Semenjak di negeri ini terjadi urbanisasi, semenjak itulah berlangsung tradisi mudik. Perhelatan akbar migrasi temporer jelang hari raya yang dilakukan dari kota besar menuju kampung halaman pada pendatang. Perhelatan yang menciptakan arus yang dinamai arus mudik itu kemudian selalu ditutup dengan berlangsungnya arus balik.

Jumlah pemudik dari tahun ke tahun terus meningkat. Tercatat di tahun 2013 jumlah pemudik 16,7 juta jiwa, sedangkan tahun ini diprediksi sejumlah 19 juta jiwa. Tahun ini meningkat 900 ribu jiwa dibanding tahun kemarin. Walaupun sebetulnya geliat urbanisasi ter-rem secara alami oleh makin minimnya ketersediaan lapangan kerja di kota-kota besar pada kurun waktu tahun-tahun terakhir ini.

Mudik identik dengan macet. Ya. Sebab kaum urban yang biasanya sukses di rantau ingin memanfaatkan momen libur hari raya untuk bertemu sanak keluarga di kampung halaman. Pengguna kendaraan pribadi untuk mudik tercatat meningkat tahun ini, tentu bukan sebab mereka yang memiliki kendaraan pribadi ingin show off kepada warga di kampung, tapi memang karena jumlah sarana transportasi umum yang terbatas baik bus, kereta maupun pesawat. Terlebih untuk menyesuaikan dengan standar kenyamanan yang para pemudik inginkan, jumlah tiket yang tersedia sangat terbatas.

Jumlah pemudik menggunakan mobil pribadi meningkat tajam, apabila di tahun 2013 hanya 1,5 juta kendaraan, pada tahun 2016 sudah mencapai 3 juta kendaraan. Tahun ini diprediksi mencapai 3,48 juta kendaraan.

Begitu pula dengan pemudik menggunakan sepeda motor, jika di tahun 2013 hanya 2 juta kendaraan. Pada tahun ini diprediksi mencapai 6 juta kendaraan, meningkat hampir 1 juta kendaraan di banding tahun lalu.

Mudik bukan tradisi baru. Sudah setiap tahun. Kenapa masih macet selalu saja berulang? Padahal jalan-jalan terus dilebarkan. Satu alasan yang bisa diungkap adalah karena pertumbuhan angka pemudik dengan kendaraan pribadi tersebut.

Di musim mudik seperti saat ini, personel pengamanan lalu lintas kerja lembur sebab dikerahkan semua di jalanan. Masih pula dibantu oleh para volunter, baik dari PMI, Pramuka dan berbagai ormas.

Namun tetap saja kondisi stug terjadi di jalanan. Jarak antara Bandung menuju Tasikmalaya misalnya yang hanya 100 km, sempat mengalami macet parah sehingga harus ditempuh selama 10 jam. Tiga kali lipat dari waktu normal. Pun begitu jarak antara Purwokerto dan Tegal dengan jarak yang hampir sama harus ditempuh 7 jam. Untunglah hal demikian terjadi pada waktu-waktu tertentu saja, tidak terjadi pada sepanjang hari.

Dalam banyak segi memang persiapan mudik tahun ini tercatat lebih baik. Selain kendaraan berat yang dilarang melintas sebagaimana protap mudik tahun-tahun sebelumnya, pekerjaan jalan juga kebanyakan selesai sesuai target sebelum lebaran. Sehingga jalan bisa digunakan secara maksimal.

Rekayasa lalu lintas juga relatif lebih rapi, pembatas jalan temporer dipasang dimana-mana. Beberapa persimpangan pasar yang ramai menerapkan U-turn untuk menghindari kendaraan saling mengunci di perempatan.

Kalau lah masih terdapat PR adalah bagaimana personel sigap melakukan improvisasi ketika terjadi penyebab kemacetan yang bersifat spontan. Kalau belum ada google map, tentu untuk melaksanakan ini diperlukan helikopter di setiap daerah. Untunglah tidak perlu hal tersebut.

Kalau ditempatkan personel dua orang saja di setiap 500 meter. Maka hanya dibutuhkan 400 personel pada bentangan jarak 100 kilometer. Hal ini bisa terakomodir oleh banyaknya Polsek disepanjang ruas yang dilewati dan para volunter masyarakat sekitar tentunya. Jika demikian, misalnya ada kecelakaan mendadak, atau ada pengaturan parkir sebuah tempat parkir yang menyita waktu pengguna jalan secara tidak wajar sehingga menyebabkan kemacetan maka hal itu dapat segera di atasi.

Keberadaan personel yang tersebar merata membuat potensi sumbatan bisa cepat diatasi. Tinggal mengecek ruas merah melalui google map yang ditayangkan diseluruh posko dan dipegang oleh semua petugas, maka petugas di pangkal ruas merah terdekat dalam hitungan menit dapat langsung bertindak. Durasi penanganan akan sangat tertolong.

Mungkin di tahun-tahun mendapat kita akan diapresiasi dunia sebagai panitia penyelenggara hari raya Idul Fitri terbesar di dunia yang bisa menyelenggarakan prosesi hari raya berikut prosesi mudiknya dengan 100% tanpa ada macet.

Negara-negara lain akan belajar kepada kita bagaimana mengatur lalu lintas yang begitu padat, dengan capaian zero traffic jam.[] Rizky Dwi Rahmawan

Previous ArticleNext Article