Memasyarakatkan Ebeg, Tidak meng-ebeg-kan masyarakat

Kesenian Ebeg atau Kuda Lumping adalah salah satu warisan berharga dari leluhur. Minggu (24/12), di kompleks Kebun Strawberry, Dataran Tinggi Serang, Purbalingga Mas Agus Sukoco berbaur bersama anggota komunitas ebeg se-Purbalingga.

Mas Agus mengurai bahwa ebeg adalah bentuk seni teater dimana bukan hanya manusia yang diajak berteater tetapi juga unsur-unsur dari dimensi yang lain. Tujuannya bukan untuk ‘wuru’ atau ‘trans’. Adanya pemain ebeg wuru itu sebab terpaksa, demi menyampaikan pesan bahwa pada saat seseorang wuru haruslah segera mengingat asal-usul. Itu kenapa lagu yang mengiringi pada saat wuru adalah lagu ‘eling-eling’ (ingat-ingatlah!)

Previous ArticleNext Article