Semakin bertambah usia dan berkembang kedewasaan seseorang, akan membuat ia semakin bersemangat mengapresiasi dibanding dengan mengkritik. Semakin tua, kesediaan untuk memaafkan kekeliruan orang lain menjadi semakin besar.
Orang yang jiwanya mulai menua, salah satu sumber kebahagiaannya adalah ketika memberi apresiasi kepada setiap produk kebaikan. Jika harus memberi kritik, orang tua akan cenderung bersikap seimbang dengan tanpa menghilangkan kebaikan-kebaikan yang ada.
Mengkritik butuh keberanian, tetapi mengapresiasi kebaikan orang lain tidak cukup hanya dengan modal berani. Mengakui kebaikan pihak lain itu butuh kebesaran jiwa. Jiwa yang kerdil akan selalu berasumsi bahwa memuji itu menurunkan gengsi diri.
Terhadap suatu kebaikan dan prestasi yang layak untuk dihadiahi pujian pun, orang yang masih belum dewasa akan bakhil memberi apresiasi. Tetapi ketika ada sedikit keburukan yang tampak pada pihak lain, itu akan digunakan sebagai kesempatan untuk mengkritik.
Kritik yang hanya dilatarbelakangi maksud hanya untuk berakrobat kepintaran dan keberanian, tidak akan berfungsi efektif terhadap perubahan sikap orang yang kebetulan sedang melakukan kesalahan. Karena yang akan terjadi hanyalah drama saling mempertahankan gengsi.
Itulah sebabnya, ada orang yang sedikit memberi saran tetapi lebih didengar dari pada orasi berbusa-busa di jalan raya sambil mengacung-acungkan kepalan tangan di udara bak pejuang revolusioner. Orang yang sudah menemukan keteduhan hati dan kematangan berpikir akan lebih memilih langkah efektif dengan memberi saran-saran di kesunyian ketimbang berteriak-teriak memamerkan urat leher sambil membuka aib orang lain tetapi rendah efektivitas.
Setiap orang itu punya naluri mempertahankan martabat. Jadi ketika diteriaki dengan maki-maki, dengan sekuat tenaga ia akan mempertahankan diri, sesadar apapun ia terhadap kesalahannya.
Tua lah hatimu segera meskipun Engkau masih muda, agar hidupmu lebih efektif dalam memproduksi kemanfaatan hidup bersama. Waktu yang sangat terbatas ini, mubazir jika orientasi hidup kita hanyalah agar tampak gagah dan pandai, tetapi nihil nilai. [] Agus Sukoco