Kebutuhan rakyat kecil sangat sederhana, yaitu terjaminnya kebutuhan-kebutahan mendasar, yaitu pangan, pendidikan dan kesehatan. Orang kecil tidak punya agenda apapun untuk merancang melakukan hal-hal destruktif yang mengancam keutuhan negara. Mereka terlatih untuk menikmati hidup dengan bekerja di sawah, pabrik dan jualan di trotoar. Asal lapak ekonomi dan lapangan sosial mereka dijaga kedaulatannya dan dimartabatkan, semua akan beres-beres saja. Tetapi jika atas nama persaingan global, semua orang dari seluruh dunia dibiarkan masuk dan merebut ruang-ruang hidup rakyat, lalu apa urgensi dan fungsi negara.
Tanah Indonesia dan alam subur Nusantara adalah surga yang diincar semua orang di dunia. Dibutuhkan penjaga yang kuat untuk menjadi ‘pagar’ bagi banjir bandang penjarah asing yang datang ke negeri ini dengan dalih perdagangan bebas. Sebagai negeri kaya, tentu kondisi itu sangat merugikan kita. Kalau dulu kedatangan Belanda langsung dianggap musuh karena kerajaan-kerajaan waktu itu paham makna kedaulatan dan mengerti arti martabat. Juga belum ada pasal hukum tentang persaingan bebas, sehingga penjajah merupakan pihak yang dengan mudah kita nilai ‘haram’ kedatangannya.
Sebagai negeri yang kaya raya secara alam, pemerintah selaku petugas penjaga negeri ini sudah saatnya tidak sekedar menyuruh rakyatnya untuk siap bersaing menghadapi kedatangan penjajah legal, tanpa berpikir membangun pagar untuk meproteksi isi rumah dari penjarahan. Jangan biarkan rakyat kecil yang biasa hidup dengan nilai-nilai kebersahajaan untuk bersaing dengan pendatang yang rakus dan bermodal besar.
Tampaknya kita memang butuh belajar kembali tentang makna kedaulatan, nasionalisme, dan kemerdekaan. Agar kita tidak kalang kabut dan tertipu oleh pengaruh-pengaruh globalisasi dan universalisme yang dimanipulasi sedemikian rupa untuk membongkar batas-batas negara.
Ketika negara tidak kuat dan beritikad untuk melindungi warga bangsa, maka NKRI hanya akan menjadi sekedar identitas teritorial geografis, tetapi diam-diam batas-batas nilai yang merupakan hakekat eksistensi sebuah negara telah hilang. [] Agus Sukoco