Mencari Mata Air Ilmu

Sudah menjadi kebiasaan di masyarakat di daerah tempat tinggal saya, ketika sebuah keluarga hendak menyiapkan sumber air bersih untuk kebutuhan rumah mereka, mereka mencari betul-betul sumber air yang tidak diragukan kualitasnya. Baik itu kualitas kesehatannya, maupun kualitas kesuciannya. Baik itu pengamatan berdasarkan kasat mata maupun berdasarkan keyakinan yang positif.

Hal tersebut di tempuh karena air yang bersumber dari tempat tersebut akan menjadi pemenuh keperluan pokok sehari-hari di rumah mereka. Baik itu untuk kebutuhan makan dan minum, mandi, berwudhu serta berbagai keperluan lainnya. Untuk memperoleh sumber air yang baik tersebut, mereka bahkan rela untuk mengeluarkan biaya untuk mendatangkan orang yang berkeahlian mensurvey. Tidak tanggung-tanggung, bahkan ada yang rela mempuasai terlebih dahulu, agar penggalian sumur benar-benar dapat menemukan sumber mata air yang baik.

Namun saat ini, seiring dengan kemajuan teknologi, bermunculanlah berbagai produk air minum kemasan dan air minum isi ulang. Baik itu yang merupakan produk dari perusahaan besar, bahkan produk serupa kini sudah dapat diproduksi pada skala home industry. Pangsa pasar air minum kemasan ini nampaknya begitu menggiurkan, kian hari kian menjanjikan, ditandai dengan makin menjamurnya penyedia produk yang serupa. Dulu peminat produk air minum kemasan hanya berada di kota-kota besar, maklum karena disana air bersih semakin sulit didapat, tetapi sekarang sampai pelosok-pelosok desa yang notabenenya tidak kekurangan air bersih juga mulai tergiur menjadi konsumennya.

Tidak sedikit dari mereka yang terpengaruh dikarenakan tergiur oleh bahasa promosi. Tawaran air yang lebih praktis dan lebih higienis menjadi daya tarik tersendiri. Walhasil, kini banyak yang meninggalkan proses pencarian mata air yang diikhitiari sedemikian rupa sebagaimana yang dilakukan oleh generasi pendahulu mereka. Lebih menggiurkan lagi adalah, membajirnya produk minuman siap teguk, yang praktis karena sudah berpewarna dan berperasa sekaligus. Promosi yang gencar didukung dengan kemasan yang apik dan menarik membuat banyak orang rela menjadi konsumen setianya.

Bagi saya ini adalah sebuah ironi. Kita sepertinya begitu menikmati hal itu sebagai produk teknologi modern, tetapi alpha untuk mengkhawitiri akan kemungkinan adanya dampak dari gaya hidup konsumsi air minum dan aneka jenis minuman yang disebutkan di atas. Bahkan sepertinya kita melupakan hakekat dari minum adalah tidak hanya melepas dahaga, karena air yang menjadi asupan kita sesungguhnya memiliki peran penting  untuk menjaga metabolisme jasmani kita.

Refleksi yang lebih mendalam mengenai gaya hidup kita semacam itu adalah mengenai asupan ruhani kita. Yakni asupan berupa informasi, pengetahuan dan ilmu. Ilmu yang kita teguk selama ini apakah sudah diikhtiari sedemikian rupa sebagaimana proses orang generasi terdahulu dalam mencari sumur untuk sumber mata air? Atau kita merasa tidak perlu untuk memiliki kewaspadaan terhadap sumber asupan ilmu kita?

Bisa jadi, asupan ilmu kita berasal dari produk – produk kemasan siap saji. Yang sulit untuk dilakukan penelusuran sumbernya. Yang tidak mustahil para produsennya memiliki muatan terselubung dibaliknya. Seringkali diantara kita mencari materi kajian tertentu, hanya seenak tinggal browsing sana-sini saja. Praktis memang, tapi belum tentu higienis, bukan? Lebih fatal lagi ketika hasil browsing tersebut kita imani sedemikian rupa sebagai ilmu berkualitas, seolah-olah kita tahu persis dari sumur mana ilmu itu ditimba, dari sumur kualitas apa ilmu itu berasal. Lalu dengan tidak hati-hati, kemudian kita jadikan dasar dalam laku hidup baik secara sosial ataupun dalam menempuh proses ketaatan pribadi kita kepada Sang Kholiq.

Pelajaran yang harus dipetik adalah, kita dituntut untuk bijak dalam menyikapi kemajuan teknologi. Semakin majunya media masa dan media sosial adalah tantangan bagi kita untuk semakin hati-hati dalam berproses mendapatkan ilmu. Yakni ilmu yang berasal pada sumur yang berintegritas. Dalam rangka mengidentifikasi sumur atau sumber ilmu kita harus hati – hati terhadap propaganda media. Kajian – kajian yang kita lakukan tidak boleh hanya terfokus pada kajian strategis dan praktikal saja, akan tetapi harus kita telusuri ‘mata air’ dan sajaroh-nya.[] RedJS

Previous ArticleNext Article