Sejak kapan kita mengenali nasehat itu sebagai ‘ngandhani uwong’? Sejak kita menganggap yang disebut berita adalah koran. Sejak kita menganggap yang disebut syiar itu adalah ceramah.
“Addinu annashihah”, Agama itu Nasihat, demikian sabda Rasulullah. Kemudian para sahabat pun bertanya, “Hak siapa (nasihat itu)?”. Rasul menjawab, “Nasihat itu adalah hak Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemerintah kaum muslimin dan rakyatnya (kaum muslimin)”. (HR. Muslim)
Nashihah itu artinya kesetiaan. Nasihat itu adalah komitmen. Bahwa salah satu cara saling menjaga komitmen satu sama lain adalah dengan ‘ngandhani’ atau memberi tahu, itu betul. Tetapi kalau orang menjadi memiliki hobi ‘ngandhani uwong’ atau memberitahu orang, tanpa melihat empan papan, situasi dan kondisi, justru bisa membuat rusak kesetiaan itu sendiri. Terlebih jika pemahaman yang salah kaprah itu kemudian diperparah menjadi industri nasihat sehingga dalam kebudayaan kita lahir profesi ceramah dan kompetisi mubaligh.
Memberi nasihat yang primer bukanlah menyuruh-nyuruh orang untuk setia kepada Allah dan Rasul-Nya. Memberi nasihat yang utama justru dengan menghadirkan karya dan kontribusi kita adalah benar-benar buah dari kesetiaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya.
Seorang penyair dia memberikan nasihat atau menunjukkan kesetiannya kepada Allah dengan syarinya. Seorang pelukis dia memberikan nasihat atau menunjukkan kesetiannya kepada Allah dengan lukisannya. Seorang sastrawan dia memberikan nasihat atau menunjukkan kesetiannya dengan karya sastranya.[] RedJS