Selama ini, antara manusia dengan Al Quran, jarak yang membentang diantara keduanya selalu diisi dengan tafsir. Sehingga yang lahir adalah para mufassir atau ahli tafsir. Dan tentu saja tidak mungkin semua orang mampu menjadi ahli tafsir, sebab ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang yang ingin menjadi ahli tafsir.
Selain beragama Islam, dia harus mampu menguasai Bahasa Arab dan semua ilmu yang berkaitan seperti Nahwu, Shorof, Balaghah dan seterusnya. Seorang ahli tafsir juga harus mengetahui asbabun nuzul sebuah ayat yang diturunkan, apa peristiwa yang melatarbelakangi ayat tersebut diwahyukan dan beberapa syarat-syarat yang lain juga harus dipenuhi oleh seorang ahli tafsir.
Metode yang dilakukan oleh Al Quran tidak sama dengan apa yang dilakukan oleh dunia akademisi saat ini. Jika di dunia akademisi saat ini, untuk mempelajari sebuah ilmu pengetahuan kita dapat dengan mudah menentukan di fakultas mana akan kuliah, misalnya. Jika ingin belajar pertanian, maka kuliahlah di fakultas pertanian. Tetapi, Al Quran tidak menggunakan metode pendekatan seperti ini. Belum tentu kita akan menemukan ilmu seluk-beluk sapi di Surat Al Baqarah. Justru, ada banyak pintu-pintu ilmu yang sangat jauh dari sapi di Surat Al Baqarah.
Di Al Quran tidak ada saran untuk menafsirkan. Justru, yang ada adalah perintah untuk mentadabburi Al Quran. Tafsir Al Quran adalah peristiwa akademis, sehingga ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk kemudian diakui sebagai seorang ahli tafsir. Sedangkan untuk men-tadabburi Al Quran tidak membutuhkan syarat apapun dalam melakukannya, karena hasil akhirnya adalah bukan dokumentasi akademis, melainkan manfaat lahiriah yang dirasakan oleh orang yang mentadabburi dan juga lingkungan di sekitarnya.
Wilayah tadabbur menjangkau skala yang lebih luas daripada wilayah tafsir bagi yang melakukannya. Jika tafsir harus mempersyarati seseorang dengan sekian syarat, tidak halnya dengan tadabbur, siapapun Anda, apapun pekerjaan Anda, apapun latar belakang pendidikan Anda, selama tujuannya adalah mencari manfaat sebaik-baiknya dari Al Quran, Anda berhak untuk melakukan tadabbur Al Quran.
Sebuah contoh mudahnya adalah ketika kita membeli kendaraan bermotor, kita tidak perlu mengetahui siapa direktur pemilik kendaraan bermotor tersebut, atas dasar apa kendaraan itu dirilis, kenapa kendaraan itu dirilis sekarang dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan demikian adalah tugas ahli tafsir. Sebagai manusia biasa, maka yang dilakukan adalah memikirkan bagaimana menghasilkan manfaat sebaik-baiknya setelah kendaraan itu dimiliki. Sikap inilah yang seharusnya ditanamkan dalam diri setiap individu manusia kepada Al Quran, sehingga tidak ada ungkapan bahwa seseorang merasa awam terhadap Al Quran hanya karena dia bukan ahlti tafsir. Karena setiap kali ber-tadabbur kepada Al Quran, maka ia sedang belajar dari Al Quran dan mencari manfaat yang sebaik-baiknya dari Al Quran. Dan jika diperluas resonansinya, kita bisa melakukan tadabbur kepada alam, kepada angin, kepada pohon dan seluruh alam semesta. Jadi, jangan mempelajari Al Quran, tetapi belajar dari Al Quran. [] RedJS
Emha Ainun Nadjib
Disadur dari : Reportase Kenduri Cinta April 2016