Walau tidak segencar berita sianida, media massa banyak merilis berita perlambatan ekonomi. Inilah realitas yang sedang kita alami bersama, baik dalam sekup nasional maupun global, selain iklim alam yang sedang kurang bersahabat oleh adanya Elnino, saat ini iklim ekonomi juga dalam keadaan yang tidak begitu baik.
Bolehlah Dollar tetap bertengger di ketinggian, tetapi apalah jua penyerapan ekspor global masih bertahan lesu. Bolehlah harga seporsi nasi goreng membubung tinggi, tapi apalah daya masyarakat uangnya pas-pasan, lebih memilih nyambel terasi dengan cabai petik sendiri.
Hikmah dari iklim ekonomi yang melesu adalah, bagi produsen dan pedagang adalah mereka terpacu untuk pandai-pandai berinovasi. Bukan hanya kwetiau dan mie ayam yang dikurangi porsinya demi harga tetap terjangkau, hingga produk otomotif-pun mereka lekas-lekaskan untuk me-release versi setengah porsinya.
Sedangkan hikmah bagi masyarakat adalah, kita menjadi dididik langsung oleh keadaan untuk mulai pandai-pandai memisahkan mana keinginan (wants) dan mana kebutuhan (needs). Melemahnya rata-rata daya beli masyarakat membuat kita harus mulai imsak terhadap keinginan, memprioritaskan apa-apa yang memang benar-benar dibutuhkan saja.
Dan kalau orientasi dan obsesi hidup kita sudah semakin sehat, hidup nantinya akan menjadi terasa lebih ramping. Ketika kita sudah tersadar bahwa keinginan memenuhi gaya hidup bukanlah hal yang kita butuhkan. Juga bahwa untuk melakukan aktualisasi diri agar diterima oleh orang lain, tak harus selalu mengandalkan uang.[] Rizky Dwi Rahmawan