Orang kalau terbiasa tidak berpikir komprehensif, maka akan mudah sekali mengkotak-kotakkan dan terkotak-kotaki. Ada kotak bernama Jawa ada kotak bernama Sunda. Sekat antara kedua kotak diperkuat dengan mitos konflik kedua suku itu di era GajahMada yakni Perang Bubat yang masih diragukan kebenarannya. Adalagi kotak lain bernama Islam, kotak Kristen, kotak Katolik, kotak Hindu dan kotak Budha. Karena terlalu lancip membuat sudut-sudutnya, sehingga kebablasan bukan hanya perkara aqidah saja yang dilarang bersentuhan antar kotak, hingga perkara muamalah-pun dibuat jarak sedemikian rupa.
Kesibukan kita mengurusi batas antar kotak itu malah membuat kita lupa untuk memperhatikan isi di dalam kotaknya. Lupa kalau baik Jawa maupun Sunda sama-sama suka makan sambel. Lupa kalau baik umat Islam Indonesia dan jemaat Kristen Indonesia sama-sama sedang dihipnotis secara massal oleh kapitalisme global untuk bergantung dan menyembah pada produk-produk yang mereka jual.
Selain itu, entah disuruh oleh siapa kita juga sibuk membuat kotak-kotak sendiri. Ada kotak bernama sekolah. Kemudian didalamnya dibangun ukuran demi ukuran. Seseorang diukur kadar kepahlawanannya dari seberapa sering ia muncul dalam buku sejarah. Sehingga sesuatu yang tidak masuk dalam jangkauan ukuran sekolah, ia dianggap sekedar cerita isapan jempol rakyat tanpa ada ilmu yang bisa diakses. Sehingga kisah ande-ande lumut hingga perang di padang Kurusetra antara Astina dan Amarta tidak menjadi bagian dari khasanah ilmu hidup kita.
Tidak cukup membuat satu kotak, entah dituntut oleh siapa kita juga harus membuat kotak tambahan. Sekolah harus ditambah dengan Les. Pagi hari waktu sudah terkotaki di sekolahan, sorenya waktu dihabiskan di kotak les-lesan. Padahal keduanya tak sama tapi nyaris serupa, yakni sama-sama program latihan mengerjakan soal ujian.
Pada banyak hal kita membuat kotak-kotak yang tidak pernah kita perjelas. Dalam hal keuangan misalnya, selain kita harus menyisihkan uang dalam kotak investasi, kita juga harus menyisihkan uang dalam kotak infak sedekah agar bisnis menjadi lancar. Kemudian keduanya dipisah sedemikian rupa, sehingga investasi tidak harus sesuai kaidah agama karena itu urusan dunia. Sedangkan sedekah tidak harus mempunyai utilitas sosial, karena itu urusan agama.[] RedJS