Kemampuan pilot menerbangkan pesawat secara manual telah tergerus secara dramatis karena terlalu mengandalkan sistem otomatis pada pesawat terbang. Itu merupakan salah satu kesimpulan dari laporan yang disusun oleh komisi penerbangan Amerika Serikat Federal Aviation Administration (FAA).
Pilot tidak memiliki kemampuan untuk mengimbangi perubahan pada sistem otomatis. Mereka juga tidak punya kemampuan untuk mengambil alih kontrol saat terjadinya kegagalan fungsi komputer. Inilah yang menjadi penyebab terjadinya beberapa kecelakaan baru-baru ini yang dialami oleh maskapai Cogan Air, Air France dan Asiana Airlines. Demikian rilis dari National Geographic beberapa waktu yang lalu.
Otomatisasi membuat segalanya menjadi praktis. Akan tetapi kepraktisan hadir, bukan tanpa efek samping. Efek samping dialami mulai dari hal yang nampaknya sepele, seperti ibu rumah tangga yang tidak lagi bisa menanak nasi yang nikmat dari kukusan, karena sudah sangat praktis tersedia rice cooker, sampai hal yang fatal, seperti kasus kecelakaan akibat tergerus secara dramatisnya kemampuan pilot mengambil alih kendali pesawat secara manual dalam keadaan darurat seperti disebutkan di atas.
Tergerusnya kemampuan-kemampuan individu tersebut, pada akhirnya ditangkap sebagai ladang bisnis bagi mereka yang jeli menangkap peluang. Maka seperti yang terjadi sekarang ini, mulai dari mesin penanak nasi praktis bernama rice cooker, mie instan, kopi instan, bumbu racik serbaguna dan banyak lagi lainnya bukan melulu perlengkapan dapur bisa kita beli dan nikmati kepraktisannya. Hingga yang muncul adalah “Asal kamu punya uang, kamu bisa hidup enak”. Bagi yang tidak mau ribet, yang maunya praktis saja, semua bisa didapat, asalkan bisa membelinya, asalkan punya uang tentunya.
Maka uang menjadi berubah fungsi, kalau yang tertulis di lembaran uang kita adalah kalimat “Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Bank Indonesia Mengeluarkan Uang sebagai ALAT PEMBAYARAN yang Sah”, lebih dari itu kini bagi sebagian orang uang dijadikan ALAT PERLINDUNGAN DIRI, demi hidup tetap nyaman, demi hidup terhindar dari hal-hal ribet.
Yang terjadi kemudian adalah aksi mencari dan menumpuk uang sebanya-banyaknya, demi dapat membeli segala kepraktisan hidup. Nah, untuk fungsi uang sebagai ALAT PERLINDUNGAN DIRI ini, Bank Indonesia tidak menuliskan dengan Rahmat Tuhan loh di lembaran uang kita, jadi berhati-hatilah kalau begitu.
Kita bisa saja menjadi bagian dari mereka, yang sebegitu paranoid apabila tidak mampu membeli kepraktisan-kepraktisan itu, karena kemampuan dasar kita untuk hidup manual sudah tergerus. Mau tidak mau harus bergantung pada praktis, dijajah praktis.
Betapa paniknya ketika ponsel ketinggalan, atau mati listrik seharian, atau mobil mogok di jalan, atau apalagi lainnya. Para korban dijajah praktis memiliki ketergantungan yang terlalu akut dengan hal-hal di atas, seolah-olah tak berdaya tanpa adanya perangkat-perangkat tersebut.
Parahnya, efek samping dari dijajah praktis tidak berhenti sampai di kesalahan menyikapi uang, tetapi juga menyentuh pada aspek-aspek kehidupan yang lebih mendasar. Maka misalnya sekarang dapat dengan mudah kita saksikan, kelompok orang-orang yang keblinger dengan asupan pemahaman mereka sendiri. Misalnya mereka yang berpikir terlalu simple (atau malah tidak berpikir sama sekali), sehingga menurut saja ketika dicekoki logika Jika Begini, Maka Begitu. Maka dengan entengnya tanpa rasa bersalah, walau bukan hakim, mereka main hakim sendiri menghakimi “Jika ke kuburan maka musyrik”, “Jika bukan kelompokku, maka tidak masuk surga”, “Jika 1 + 1 maka sama dengan 2″.
Padahal, 1 + 1 tidak melulu hanya 2 saja. 1 + 1 bisa = akar kuadrat 4. atau 1 + 1 = 5 – 3. Ini tanda terjadi kegagalan fungsi berpikir, akibat terlanjur terjajah praktis, sudah tergerus secara dramatis fungsi-fungsi dasar berpikir sintesis, analisis, konvergen, divergen dll, sehingga tidak bisa menemukan alternatif bentuk lain dari angka 2, selain bentuk yang secara wujud, secara materi, berbentuk angka ‘2’. [] RedJS