MAMPIR MEDANG (48) : MANAJEMEN BRAYAN

Kalau hubungan manusia dengan Tuhan adalah manusia menerima, Tuhan memberi. Namun, kalau hubungan antara sesama manusia adalah ‘sapa sing lagi ana’, yakni siapa yang sedang berpunya memberi kepada yang sedang tidak berpunya.

Aplikasi berikutnya adalah manajemen brayan, apa yang dipunyai diberikan, dikontribusikan bersama-sama dengan kepunyaan orang lain. Ibarat di dapur, yang mempunyai gula memberi gula, yang mempunyai garam memberikan garam. Sehingga jadilah sebuah masakan yang bisa dinikmati bersama.

Sebab manajemen brayan, maka gula atau garam yang diberikan pastilah kualitas yang terbaik. Sebab apa yang ia berikan adalah sesuatu yang juga ia sendiri akan menyantapnya. Sebab manajemen brayan, maka ia tidak mengambil dari orang lain, melebihi dari yang menjadi kebutuhan bersama.

Semua saling menguntungkan, bukan saling merampok atau membahayakan satu sama lain.

(Diolah dari: Agus Sukoco)

Mukadimah : Manajemen Berkah

MUQADIMAH JUGURAN SYAFAAT SEPTEMBER 2016

Mana yang lebih menggambarkan situasi sebuah masyarakat yang makmur? Ketika kota-kota dibangun megahkah? Lalu desa-desa pun membuntutinya? Atau ketika setiap orang masing-masing diantara mereka merasa cukup dan berkecukupan, sehingga yang mereka terapkan dalam hidupnya adalah manajemen berkah, bukan manajemen serakah seperti kebanyakan penerapan sekarang ini?

Kondisi berkecukupan adalah pintu awal untuk mampu menjadi seorang atau bersama-sama menjadi masyarakat filanthropy. Filantropy adalah orang yang mendedikasikan sebagian besar kapasitas dirinya untuk kemaslahatan yang luas. Karenanya, upaya untuk menjadi filantropy adalah bagaimana membangun sebesar-besar kapasitas diri.

Namun, ada orang-orang yang diam-diam kapasitasnya unlimited. Sebab ia terkoneksi dengan Maha Server secara langsung. Kontribusinya tak berhubungan dengan takaran dengan sebagian besar, sebagian kecil, kurang dari atau lebih dari kapasitas dirinya. Sebab kapasitas diri bagi orang-orang tersebut bukanlah yang utama, melainkan yang utama adalah keberkahan.

Secara manajemen konvensional kapasitasnya berpotensi defisit, hidupnya bahkan beresiko minus, tapi semua itu tidak mengurangi kebahagiaannya dalam memberikan kemanfaatan yang luas. Sebab kemanfaatan yang ia dedikasikan bukan berasal dari kapasitas dirinya, tapi dari keberkahan yang ia raih lalu ia kelola sedemikian rupa.

Dalam ukuran manajemen konvensional, ia nampak sedang susah payah berkorban. Namun dalam ukuran manajemen berkah, ia sedang bersuka cita, menghimpun tabungan langit.[] RedJS