Sembilan Daur II yang Disimpan Dulu. Mengapa?

Pada angka ke-300, Daur II ambil napas dulu. Masih 9 lagi untuk genap satu putaran 309. Dan kita belum tahu kapan 9 itu pada akhirnya dihadirkan kepada kita. 9 itu disimpan terlebih dahulu. Tapi mengapa disimpan dulu? Tidakkah teman-teman bertanya demikian di dalam benak teman-teman? Ini di luar tulisan 122 harian lainnya yang juga masih tahap jeda dulu.

Apakah disimpan itu sebuah langkah begitu saja tanpa pertimbangan seperti di pagi hari teman-teman membuat kopi dan menyulut rokok karena sudah refleks dan kebiasaan? Tidakkah ada pertimbangan-pertimbangan yang melandasinya?

Kalau pinjam teori decision making process, tidak ada sebuah keputusan yang pernah lahir begitu saja tanpa disertai proses yang sering kali tidak sederhana. Setiap proses lahir lewat proses yang panjang. Ada di dalamnya input yang beragam. Ada aneka konsiderasi. Ada berbagai situasi. Ada macam-macam kondisi. Kesemuanya berpadu diolah melewati suatu mesin, yang di ujungnya akan muncul sebuah output bernama keputusan.

Akan halnya Daur II ini. Sampai hari ke-5 sejak pause, apa yang terenungkan dalam pikiran teman-teman? Rasa penasaran apa yang mencuat? Mengapa Mbah Nun break dulu? Adakah teman-teman menemukan satu situasi tertentu atau beragam situasi yang melatari 9 sisa tulisan itu ditahan dulu?

Bukankah seperti teman-teman sadari bahwa tulisan-tulisan Mbah Nun bukanlah tulisan tanpa konteks yang melatari setiap pesan-pesan yang disampaikannya? Setiap tulisan Mbah Nun senatiasa berada dalam suatu integralitas dengan kanan-kiri depan-belakang atas-bawah.

Ketika 9 Daur II ini sejenak ambil napas, sangat mungkin sejumlah hal sedang Mbah Nun alami. Ada, misalnya, kedhaliman internasional menimpa sejumlah orang dan Mbah Nun harus berupaya menolong mereka karena yang dibayangkan menolong ternyata tak cukup mampu menolong, atau bahkan tak cukup mengerti harus bersikap bagaimana yang mengacu pada martabat atau harga diri.

Atau Mbah Nun sedang geli melihat keadaan dunia yang makin menghidangkan ketolololan. Betapa tak mutu sikap sejumlah orang yang terlihat di mata Mbah Nun. Keadaan yang membuat Mbah Nun merasa bahwa inni ja’ilun fil ardhi khalifah itu belum berlangsung, tetapi baru akan nanti pada suatu masa yang mungkin masih jauh. Jangan lagi khalifah, insan dan manusia pun belum. Maka di tengah jeda itu Mbah Nun berdoa: Ya Allah isilah bumi ini dengan manusia.

Peristiwa-peristiwa penting mungkin sedang dialami dan harus direspons Mbah Nun hari-hari ini, dan bisa jadi itu akan menjelmakan 9 Daur II yang disimpan itu menemukan wujudnya yang baru. Ini satu kemungkinan jawaban atas ‘mengapa’ di judul tajuk ini. Tetapi, teman-teman baik kiranya juga menyelam sendiri-sendiri untuk menemukan jawaban atas ‘mengapa’ tersebut. Masuklah ke ‘mengapa’ itu.

Pada angka ke-300, Daur II ambil napas dulu. Masih 9 lagi untuk genap satu putaran 309. Dan kita belum tahu kapan 9 itu pada akhirnya dihadirkan kepada…

Asyiki Qur`an, Maiyah Suburkan

Maiyah adalah hadiah dari Allah, bukan karya kita. Semua kekurangan Maiyah berasal dariku. Kita bersyukur Allah menganugerahkan Cak Fuad dan Syekh Kamba, sebagai Marja’ ilmu kita semua. Tetapi kami bertiga bukan Ulama, Mursyid atau Kiai, sebagaimana beliau-beliau di luar sana. Selama 24 tahun ini kita berkumpul dan hanya berjuang mencintai dan mendekat kepada Allah Muhammad kekasih-Nya, mengikhtiari manfaat hidup. Termasuk buat Indonesia.

Aku Mbah kalian semua adalah manusia biasa, awam dalam hal ilmu keagamaan maupun ilmu modern. Tidak ada padaku ekspertasi bidang apapun. Aku tidak berada di jalur pembelajaran Ulama, Santri maupun para modern scholars. Aku tidak punya sanad ilmu di wilayah tadarrus, ta’lim, tafhim, ta’rif maupun ta`dib. Aku tidak merupakan bagian dari nasab yang perlu diperhatikan. Tidak ada yang anak cucuku bisa andalkan dan harapkan dariku, lebih dari yang sejauh ini Allah memperkenankan. Apalagi yang menyangkut perkara-perkara besar Indonesia dan peradaban ummat manusia. Hanya kasih sayangku dan kami bertiga kepada kalian, itupun hanya setetes dua tetes.

Anak cucuku silakan menjawab sendiri: Apakah Allah menitipkan Indonesia kepada kalian dengan dibekali Maiyah, ataukah Allah mem-fadhilah-kan Maiyah kepada kecerdasan dan kebijaksanaan kalian: untuk kalian jadikan manfaat apa, bagaimana dan seberapa luas. Atau disimpan sebagai rahasia di kalbu kalian.

Anak cucuku silakan tampil ke gelanggang persaingan, keunggulan dan kalah menang di luar Maiyah. Tetapi tidak dengan jiwa “adigang adigung adiguna” jika menang, dan tidak dengki, cengeng dan dendam kalau kalah. Tegakkan kemandirian eksistensimu. Kibarkan bendera dan nama jihadmu. Gerakkan da’wah khoir, amar ma’ruf dan nahi munkar, dengan harta benda, tenaga, ilmu, sampai pun jiwa dan nyawa. Maiyah hanya bisa membekalimu cairan dan “glepung”, sampai Allah berkenan “dawuh” yang kasat mata.

Kalau kalian memadatkan gerakan sejarahmu itu dalam pemetaan masalah nasional saat ini: pastikan bahwa tak akan ada perang saudara dan perbenturan horizontal akan terjadi di antara ummat dan bangsamu, yang membuat semakin bertumpuk defisit dan utang-utang sejarah. Ingat juga Maiyah tidak kuasa mengubah silang-sengkarut permasalahan Indonesia. Innaka la tahdi man ahbabta walakinnalloha yahdi man yasya`. Maiyah tidak mampu mengobati Indonesia dan dunia. Pengobatan itu terjadi hanya jika Indonesia dan dunia dihidayahi Islam oleh Allah, yang bisa juga melalui Maiyah, kemudian Ia memperkenankan kesembuhannya.

Nikmatilah tidak butuhnya dunia dan Indonesia kepada Maiyah adalah anugerah kemerdekaan. Yang melapangkan ruang dan waktu kalian untuk memfokuskan kekhusyukan mengasyiki Al-Qur`an, sebagai bekal untuk menyuburkan Kebun Maiyah, mengkreatifi rezeki mataairnya untuk kalian olah di bidang-bidang ziro’ah, shina’ah, tijaroh, dan apapun yang Allah mem-fadhilah-kan kepada kalian.

Allah menjadwalku berkeliling, melangkah di belakang barisan kalian, dengan napas tersengal-sengal oleh cintaku kepada ummat manusia, Kaum Muslimin dan rakyat Indonesia.

Mbah Nun
Mataair Maiyah 10,
Kadipiro, November 2017

Sumber: https://www.caknun.com/2017/asyiki-quran-maiyah-suburkan/

Spektrum Al’Alamin

Alamilah sendiri betapa Maiyah mencintai Indonesia, meskipun ia tak berguna di Negerimu. Satu bangsa bisa menjajah bangsa lain karena nasionalisme bangsa penjajah itu tidak diletakkan dalam spektrum universalisme kemanusiaan. Maiyah tidak begitu, tetapi bangsa yang dijajah itu kemudian malah menyetujui spektrum itu, bahkan mengikuti jejak penjajahnya yang nasionalismenya bermakna primordialisme dan egosentrisme suatu rumpun manusia yang secara “brutal” disebut bangsa.

Maka Maiyah tidak bermanfaat di Negerimu. Dan pada hakikatnya yang terjadi antara bangsa yang menjajah dengan yang dijajah bukanlah penjajahan, melainkan hubungan transaksional antara yang melacur dengan pelacurnya. Maiyah tak sanggup menjadi dholimunmadhlumin maupun fasidin.

Maka Negerimu itu tidak punya kerangka berpikir untuk menerima Maiyah. Sebab kategorisasi pemikiran modern meletakkan Maiyah di kotak “alergi politik”. Yang dikenali sebagai politik adalah perangkat keras kekuasaan. Kepemimpinan adalah jabatan. Derajat adalah pangkat sosial. Itu pun dalam penyempitan spektrum kehidupan yang dinamakan Negara.

Sementara negeri Maiyah adalah Al’alamin. Maiyah memahami manusia sebagai pusat komprehensi antara konteks insaniyah, ‘ubudiyah dan khilafah. Dialektika dari posisi rebah dalam semesta uluhiyahmenjadi transformator rububiyah, membangun rahmah lil’alamin. Sebatas kadar liutammima makarimal akhlaq. Dengan ketergantungan kepada mulkiyatullah. Itu pun tidak mbentoyong memanggul kewajiban lebih dari wala tansa nashibaka minad-dunya. Skala Nasionalisme adalah bidang garapnya.

Para pereguk mataair Maiyah tidak meliterasikan itu semua secara akademis, melainkan langsung mengalami dan menikmatinya. Maiyah sangat meringankan perjalanan hidup, tapi sekaligus menyodorkan tantangan yang mungkin takkan pernah bisa dilunasi. Sebab Maiyah menemukan tidak ada benda, tema dan peristiwa yang berdiri sendiri secara steril, parsial dan linier.

Seorang koruptor bisa kirim biaya untuk membangun Masjid di kampungnya. Pelacur kelas tinggi bisa menyisihkan uang untuk membagi modal kepada ratusan kelompok usaha kecil rakyat bawah. Pejabat tinggi memberantas maksiat sehingga mulus jalannya menuju jabatan lebih tinggi. Dengan baju Pewaris Nabi, seseorang bisa mengkapitalisasikan sejumlah tema Agama, Nabi, bahkan Allah dan firman-Nya.

Sedangkan Maiyah saling mempersaudarakan, saling mengamankan, menolong, menggembirakan dan membahagiakan satu sama lain, dengan pamrih maksimal memperbanyak jumlah Al-Mutahabbina Fillah. Puluhan tahun hingga detik ini tak secuil pun terdapat perilaku Maiyah yang indikatif terhadap kekuasaan, pangkat, jabatan, materialisme dan kapitalisme.

Maka tahun politik di Negerimu mulai tahun depan ini disyukuri oleh Maiyah karena: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk sorga, padahal belum datang kepadamu cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?”. Allah menganugerahkan ujian itu kepada Maiyah.

Mbah Nun
Mataair Maiyah 9,
Kadipiro, November 2017

Sumber: https://www.caknun.com/2017/spektrum-alalamin/

Bersedih dan Bisu

Maiyah adalah bagian dari Ummat Islam dan bangsa Indonesia, meskipun ia tidak membatasi dirinya dan tidak bisa dibatasi untuk hanya berada dan berlangsung di wilayah dan skala itu.

Maiyah melihat bahwa sangat dekat waktu di depan hidungnya: bangsa Indonesia sedang ditimpa bahaya besar yang mengancam eksistensinya, martabat dan keamanan tanah airnya. Sementara Ummat Islam sedang mengalami pertentangan yang sangat mendasar dan serius di antara mereka, meskipun keduanya tidak merasa apa-apa dan tidak menyadari bagaimana-bagaimana.

Maiyah tidak berada pada posisi manapun dalam pertentangan itu, meskipun bisa ditimpa akibat-akibat langsung maupun tak langsung, di masa kini dan masa-masa berikutnya, oleh bahaya dan ancaman itu.

Di dalam dirinya Maiyah membangun jiwa pendamai, perekat dan pemersatu. Tetapi ia berada di tengah bangsa dan ummat yang secara permanen memelihara dan memantapi permusuhan, secara sadar menolak kerekatan, dan tidak pernah terlihat melakukan sesuatu menuju ukhuwah, persatuan dan penyatuan.

Maiyah seperti berkunjung ke Rumah Sakit, duduk di tepi ranjang pasien yang semakin parah sakitnya. Namun Maiyah tidak mungkin mengemukakan hal-hal tentang sakit dan penyakit kepada pasien yang sedang terbaring sakit.

Sedangkan Rumah Sakit itu tidak ada Dokternya. Si Pasien juga tidak pernah bertanya tentang obat dan Dokter, kepada siapapun, apalagi mempercayakan jawabannya kepada Maiyah. Maka tugas Maiyah tinggal dua.

Pertama, mengkreatifi mataair Maiyah untuk kebahagiaan hidup para pelakunya. Kedua, kepada yang di luar mataair dan kebunnya, Maiyah bersedih dan membisu.

Mbah Nun
Mataair Maiyah 7,
Kadipiro, November 2017

Sumber: https://www.caknun.com/2017/bersedih-dan-bisu/

Ananiyah dan Hasad

Kalau engkau memandang sampai kedalaman danau air Maiyah, tampak betapa sejatinya Tsaqafah Tauhid yang dijalani Jibril, Adam hingga kesempurnaannya pada Baginda Muhammad saw.

Kelihatan juga oleh pandanganmu tingkat kebenaran alamiah masyarakat nomaden, suku-suku, komunitas, maupun tingkat kemashlahatan Kerajaan, Keraton, Persemakmuran, Perdikan, Republik, Demokrasi, hingga pun Globalisasi.

Tergambar di penglihatanmu satuan-satuan ideologi, aliran pemikiran, organisasi massa, madzhab, golongan dan kelompok, syu’ub wa qabail, yang sangat mudah kau temukan rasio iktikad sosialnya, serta kandungan ijtihad rahmah lil’alamin-nya.

Bahkan betapa indahnya sekolah, universitas, pesantren, percantrikan, halaqah, workshop dan satuan-satuan pembelajaran hidup model apapun. Apalagi di lingkaran kecil keluarga-keluarga.

Tetapi itu semua batal dan menghanguskan kehidupan, kalau manusianya menuhankan dunia. Bermental egosentris dan otoriter. Dadanya dipenuhi ananiyah dan hasad. Otaknya dipenggal dari gelombang akal dan pendaran hidayah. Jiwanya dikendalikan oleh baghdlun, karhun, ‘ida’un, kebencian, pentidakkan dan pengkafiran atas yang selain dirinya.

Pasukan Iblis merajalela meracuni jiwa manusia Negerimu. Merasukkan penyakit untuk memperjualbelikan segala hal dari biji kacang, demokrasi hingga Tuhan. Mengibarkan dusta Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, pemikiran dan ideologi. Sadar mengkhianati sumpah, sadar maling dan memaksiati Allah dan Rasul-Nya. Membujukkan pencitraan, merayukan Talbis, men-spotlight-kan makar dengan wajah kesetiaan, memviralkan kesetiaan sebagai makar.

Kalau kesiapan hidupmu adalah tidak sunyi, tidak menderita dan rasa lumpuh terhadap ketakberdayaan memanggul ujian Allah, menjauhlah dari mataair Maiyah.

Mbah Nun
Mataair Maiyah 6,
Kadipiro, November 2017

Sumber: https://www.caknun.com/2017/ananiyah-dan-hasad/

Gabah Dèn Interi

Sebagai yang dititipi mengawal memancarnya mataair Maiyah, aku mengalami dan menyimpulkan bahwa Maiyah itu tidak ada manfaatnya bagi kehidupan di mana manusia fokus menikmati dan merakusi dunia. Disebabkan oleh sekurang-kurangnya sepuluh hal, yang kupetikkan dari ribuan sebab:

Pertama, Maiyah tidak menjadikan dunia sebagai tujuan. Kedua, Maiyah tidak memposisikan dunia sebagai tempat membangun kehidupan yang nyata berdasarkan kesejatian dan keabadian. Ketiga, Maiyah tidak berminat untuk memiliki dan menguasai dunia. Keempat, Maiyah tidak punya kesanggupan dan perangkat untuk mengubah kehidupan manusia di dunia. Kelima, Maiyah tidak berani ikut melakukan perusakan atas rahmat dan amanah Allah.

Keenam, tidak punya daya untuk menyelesaikan masalah-masalah manusia di dunia, apalagi menjadi dan menambah masalah. Ketujuh, Maiyah takut terlibat di dalam keserakahan keduniawian, penganiayaan hakikat dan martabat manusia, kolonialisasi terhadap bangsa-bangsa, pemalsuan literasi, penggelapan intelektualitas, pemincangan mentalitas, pemenggalan spiritualitas. Terlebih lagi melakukan pelecehan terhadap eksistensi dan hak Allah, penghinaan terhadap Agama-Nya serta para pecinta-Nya, pada tingkat dan kadar yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Kedelapan, Maiyah sekadar berikhtiar mengurangi beban-beban yang ditimbulkan oleh hubbud-dunya dan intisyarul-fasadKesembilan, Maiyah menempuh jalan agar tidak ikut sakit-dunia,  tidak ikut dianiaya apalagi menganiaya, tidak ikut menipu, memperdaya, mengebiri, membonsai, menjebak, menggerogoti, melampiaskan keserakahan, mengkolonialisasi dan mengimperialisasi. Kesepuluh, Maiyah berikhtiar dengan rasa syukur dan husnudh-dhon agar dijadikan bagian dari perkenan “gabah dèn interi” oleh Allah untuk menyelamatkan hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya.

Maka saya menganjurkan menjauhlah dari jalan sunyi Maiyah. Nikmatilah dunia, serakahilah keduniawian, bergabunglah pada kekuasaan, raihlah jabatan, program, proyek, kemajuan dan sukses. Atau lawanlah semua itu dengan pemberontakan, revolusi, atau gerakan-gerakan anak bangsa model apapun.

Semoga keputusan kalian ditanggapi oleh amr Allah swt, irodah  Rasulullah saw dan gelombang hamba-hamba yang Beliau berdua cintai dan mencintai Beliau berdua.

Mbah Nun
Mataair Maiyah 5, 
Kadipiro, November 2017

Sumber: https://www.caknun.com/2017/gabah-den-interi/