Belantara Kuliner

Selain bidang IT, kuliner adalah bidang yang berkembang dengan begitu pesat pada akhir-akhir ini. Kenapa IT bisa berkembang begitu pesat, sebab apa yang bisa dicapai manusia dalam hal teknologi komunikasi merupakan jawaban atas apa yang selama ini menjadi kebutuhan di tengah-tengah masyarakat, yakni komunikasi yang serba cepat dan akurat.

Penemuan-penemuan tentang IT oleh para ilmuwan, kemudian industrialisasi IT yang dilakukan benar-benar menjawab apa yang selama ini menjadi tuntutan zaman. Masyarakat telah sedari lama mengidam-idamkan sistem distribusi informasi sehebat apa yang kita bisa nikmati hari ini. Bayangkan betapa tidak adanya sistem informasi akan menjadi hambatan ketika penemuan di bidang teknologi komunikasi yang hari ini kita nikmati belum ada.

Meski begitu, disatu sisi IT menjawab tagihan zaman, disisi lain perkembangan IT yang demikian masif juga menyisakan banyak PR-PR. Persebaran informasi yang tidak penting juga penggiringan opini-opini menyimpang menjadi demikian gencar terjadi. Hal yang sangat minim terjadi ketika alat komunikasi barulah berujud sebilah kentongan dan sepasang-sepasang burung merpati. PR-PR tersebut semakin diperparah dengan sangat minimnya edukasi tentang journalism awareness yang diberikan kepada masyarakat.

Dengan gadget yang seseorang pegang berikut kecanggihannya yang nyaris menyamai kecanggihan Keris Nogososro Sabukinten seharusnya orang sadar bahwa setiap kita hari ini sejatinya adalah seorang jurnalis. Tapi seberapa kita mempunyai kuda-kuda, setidaknya untuk sekedar menyeleksi mana informasi yang harus diteruskan, mana yang tidak. Kepada siapa informasi diteruskan, harus diolah seperti apa informasi itu berikut apa saja perkiraan dampak-dampak apabila sebuah informasi diteruskan atau tidak diteruskan.

***

Lain IT, lain lagi kuliner. Seorang kawan bertutur bahwa belasan tahun yang lalu ia masih mencicipi makanan dari warung tenda pertama yang ada di kota ini. Belasan tahun yang lalu, trotoar bersih dari penjaja kuliner. Tapi perhatikan hari ini, di trotoar yang berada di kiri-kanan jalan-jalan besar, amat sulit menemukan celah di mana tidak ada warung tenda berdiri.

Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah perkembangan kuliner adalah bentuk jawaban zaman sebagaimana IT menjawab kebutuhan masyarakat?

Berkat kemajuan kuliner, bahkan rumah-rumah sekarang tidak menjadi soal ketika tidak memiliki dapur. Sebab varian dan citarasa kuliner apa saja sekarang ada yang menjajakan. Apakah ini bentuk kemajuan sebagaimana kemajuan yang diciptakan oleh hadirnya IT?

Seorang tua berkisah, bahwa dahulu kala di jaman seperti yang ada di sandiwara radio, warung makan itu tidak menyediakan makanan berat. Sebab tradisi yang ada, makan adalah di rumah. Sementara warung makan diperuntukkan untuk pengembara alias musafir yang perlu mengganjal perut atau menenggak air melepas haus, untuk menyambung tenaga melanjutkan perjalanan sebab jarak menuju rumah masih jauh. Ya, hanya mengganjal perut dengan pisang atau singkong rebus sudah cukup.

Kalau benar adanya demikian, dapur menjadi unsur yang sangat penting keberadaannya di rumah kala itu. Maka diantara kita yang masih sempat mencicipi suasana dapur rumah tempo dulu atau yang hari ini tinggal di desa-desa yang masih orisinil, betapa kita melihat arsitektur dapur itu lega dan nyaman untuk menjadi ruang interaksi. Memasak bukan hanya urusan menyajikan makanan, tetapi interaksi utama sesama anggota keluarga dan juga interaksi dengan tetangga berlangsung hangat di samping pawon perapian.

Situasi tersebut oleh generasi setelah kita nanti hanya bisa dijumpai di museum-museum. Sebab yang lazim terjadi hari ini adalah dapur sebagai tempat yang paling inferior di rumah. Living room-lah yang kini menjadi ruang yang paling primer. Di living room lah seolah-oleh bermalas-malasan mendapatkan pembenaran.

Kalau ibarat pertanyaan mana telur dan mana ayam yang lebih duluan, maka bagaimana dengan pertanyaan : mana yang lebih duluan, apakah karena banyak rumah makan sehingga orang-orang malas menghidupkan dapur, atau karena orang mulai malas menghidupkan dapur sehingga rumah makan menjamur?

Urusan makan hari ini bukan melulu urusan menyokong metabolisme tubuh. Tapi urusan makan menjadi demikian kompleks. Seperti demikian kompleksnya kelas-kelas penjaja makanan, ada warung tenda, ada warung makan, ada kafe, ada restoran mewah. Warung tenda saja masih beragam kelasnya. Menjamurnya industri kuliner hari ini sebetulnya tidak tertampung oleh istilah food court atau lapangan kuliner, karena hari ini bahkan lebih menyerupai jungle of food atau belantara kuliner.

Jenis-jenis acara makan pun bermacam-macam. Ada networking dinner, ada family time, dan ada beragam jenis lainnya yang sebetulnya mirip-mirip pesta. Yang kalau jaman dulu pesta makan-makan hanya ada di acara-acara kendurian, dan itu gratis.

Kalau para pakar pembangunan menyebut masalah terbesar hari ini adalah kesenjangan. Maka dari berkembangnya industri kuliner, bisa kita saksikan betapa menganganya kesenjangan itu benar-benar ada. Ada orang yang makan cukup dengan secentong nasi dan sepotong gorengan. Tetapi di saat yang sama ada orang yang menyantap makanan dengan harga ratusan kali lipat dari harga makanan yang orang lain santap.

Jadi, mana telor dan mana ayam duluan antara menjamurnya rumah makan dan enggannya menyiapkan manakanan sendiri di rumah? Jadi, kita ini korban dari kesenjangan ekonomi, atau justru kita adalah bagian dari pencipta kesenjangan itu?[] Rizky Dwi Rahmawan

Previous ArticleNext Article